Monday, May 28, 2007

TOMAT HIJAU SEGAR BERKAT KOMPOS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 29 Mei 2007

Foto: Sobirin, 2006, Tanaman tomat mulai berbuah
Oleh: Sobirin
Tanaman juga makhluk hidup , maka perlu kita perhatikan dan pelihara dengan baik. Tanaman akan tumbuh subur dan segar bila mendapat pemeliharaan dan perhatian yang baik. Lihatlah, setelah 1,5 bulan tomat mulai berbuah.

Segar dan sangat menarik. MOL yang telah diencerkan (encer sekali) selalu disiramkan paling tidak 2 atau 3 hari sekali. Rumput-rumput yang ikut tumbuh dicabut saja (dirambet). Tanah yang telah bercampur kompos di pot diaduk sedikit dan pelan, hati-hati kena akar tanaman. Sedikit membalik-balik tanah ini untuk memasukkan oksigen ke dalam tanah.
Bila suka membuat sambal hijau, tomat seukuran yang ada di foto bisa dipetik. Sambal hijau campur kencur atau cikur enak sekali untuk teman makan. Bila pemeliharaan tomat ini baik sekali, satu batang tanaman tomat bisa berbuah hingga hingga 80 buah tomat. Ini pengalaman tetangga saya di Cigadung yang juga telah “tertular” membuat MOL dan kompos sendiri. Mungkin karena saya bukan ahli pertanian, satu batang tanaman tomat saya “hanya” berbuah 40 buah tomat saja.

Read More..

PERTANIAN RUMAH TANGGA

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 29 Mei 2007
Foto: Sobirin, 2006, Bibit tanaman tomat dalam gelas plastik

Oleh: Sobirin

Setelah kita bisa membuat mikro organisme lokal (MOL) dan kompos dengan cara sederhana, kita mulai saja manfaatkan kompos yang sudah jadi untuk tanaman rumah tangga. Sekali lagi saya bukan ahli MOL dan kompos, apalagi ahli pertanian.

Tetapi saya adalah anggota masyarakat biasa yang tidak membuang sampah rumah ke luar rumah. Akhirnya dengan cara coba-coba membuat MOL dan kompos sendiri. Apapun hasilnya, rumah saya menjadi “zero waste” dan tidak menyumbang sampah kotor di Kota Bandung. Pertanian rumah tangga? Mari kita coba bersama bila berminat. Benih-benih tanaman, misalnya benih tomat kita semaikan dulu di tempat persemaian. Bisa dalam pipiti atau besek yang telah diisi tanah campur kompos. Beberapa hari kemudian benih tumbuh menjadi bibit-bibit tanaman tomat. Setelah agak besar, 5 cm atau 7 cm dipindahkan dalam gelas-gelas plastik bekas air minum semacam Aqua yang telah diisi tanah dan kompos. Tiap hari bibit-bibit ini disiram dengan MOL yang telah diencerkan, dengan ukuran 1 bagian MOL dicampur 15 bagian air. Dua minggu setelah berada dalam gelas plastik, tanaman tomat dipindah dalam pot yang lebih besar. Kalau punya pekarangan, bisa ditanam di tanah. Tanaman tomat dalam pot di pelihara dengan baik, kalau ada rumput ikut tumbuh, cabut saja. Bila kurang kompos tambahkan saja. Jangan lupa disiram dengan MOL yang sangat encer.

Read More..

MEMBUAT KOMPOS DALAM KARUNG

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 29 Mei 2007
Foto: Sobirin, 2006, Kompos dalam karung

Oleh: Sobirin

Saya ingin membuat kompos tetapi tidak punya lahan, tidak ada tempat. Membuat kompos itu tidak perlu lahan. Pakai karung juga bisa. Karung bekas yang biasa dipakai tempat beras juga bisa.

Kumpulkan bahan kompos, yaitu daun-daun atau rerumputan yang hijau dan daun-daun kering yang telah berwarna coklat. Daun hijau mengandung nitrogen (N), daun coklat mengandung karbon (C). Berapa banyak? Jumlah yang hijau kira2 sama dengan jumlah yang coklat, jumlah semua kira-kira sepenuh karung. Lalu bahan-bahan tersebut dipotong-potong kecil-kecil ukuran maksimum 3 cm. Kedua bahan hijau dan coklat diaduk jadi satu, kemudian disemprot dengan MOL, mikro organisme lokal buatan sendiri (lihat: Membuat Kompos Murah Meriah dan Starternya, 18 Mei 2007). Jangan basah sekali, cukup lembab saja. Alangkah baiknya bila ada kotoran hewan, misalnya kotoran ayam, kotoran kambing, atau kotoran sapi, campurkan saja secukupnya. Setelah diaduk-aduk (mengaduknya boleh dikranjang, boleh di muka tanah) lalu dimasukkan ke dalam karung. Karung diikat, taruh ditempat sejuk, jangan kehujanan, jangan kepanasan langsung terkena matahari. Tiap 3 hari, ikatan dibuka, diaduk-aduk kembali, tambahkan MOL seperlunya, tidak perlu basah sekali, lembab-lembab saja. Pada hari 3 sampai hari ke 20 bila prosesnya sesuai aturan ini, maka temperatur bahan kompos dalam karung akan tinggi (hangat, panas). Pada hari ke 27 biasanya bahan kompos telah mendingin temperaturnya, dan beberapa hari kemudian kompos telah bisa dimanfaatkan. Cara memanfaatkan, misalnya untuk tanaman dalam pot, 2 bagian kompos dicampur dengan 1 bagian tanah, diaduk lalu masuk dalam pot, maka siap untuk ditanami bunga atau tanaman sayuran misalnya tomat dan lain sejenisnya.

Read More..

Friday, May 18, 2007

MEMBUAT KOMPOS MURAH MERIAH DAN STARTERNYA

Bandung, Jl. Alfa 92, 18 Mei 2007
Foto: SOBIRIN, 2006, MOL Starter Kompos Buatan Sendiri
Oleh: SOBIRIN

Pernah membuat kompos sendiri? Mudah sekali! Sampah rumah jangan dibuang keluar rumah. Untuk keluarga sedang beranggotakan 4 sampai 5 orang, biasanya rata-rata sampahnya 0,5 kg/hari, atau malah kurang.

Komposisi sampah tergantung dari pola hidup rumah tangga masing-masing. Ada yang plastik dan kertasnya banyak tetapi organiknya sedikit. Sebaliknya ada yang sampah plastik dan kertasnya sedikit tetapi organiknya banyak.

Pisah-pisahkan masing2 sampah, organiknya sendiri, plastiknya sendiri, kertasnya sendiri. Sampah kertas dan plastik dicuci bersih dan disimpan dulu di tempat yang aman. Dalam bab ini sampah plastik dan kertas tidak dibahas dulu.

Sampah organik dipisahkan dulu antara jenis yang mudah membusuk dan jenis yang tidak mudah membusuk. Kita akan membuat Mikro Organisme Lokal (MOL) dari sampah yang mudah membusuk, misalnya bekas sayur kemarin, dan sejenisnya. Sampah yang mudah membusuk ini dimasukkan dalam tong plastik (jangan tong kaleng logam nanti mudah karatan), lalu diberi air tidak perlu banyak, asal terendam saja. Kalau ada sisa air kopi atau teh manis atau sirop masukkan saja dalam tong MOL ini. MOL senang kepada yang manis-manis. Kemudian tong ditutup dengan tutup yang dilubangi kecil-kecil supaya MOL-nya bisa bernafas. Begitulah tiap hari kita kerjakan dari sampah produksi rumah tangga. Dalam tempo 5 hari, MOL ini telah bisa dimanfaatkan sebagai starter untuk membuat kompos secara murah meriah. Cairan MOL sebaiknya disaring dulu sebelum nantinya dipakai.

Nah, bagaimana perlakuan terhadap sampah organik yang agak lama membusuknya? Misalnya daun pisang, potongan wortel, kulit jeruk dan lain sejenisnya ini baik untuk bahan membuat kompos. Bila kurang banyak bisa ditambahkan bahan dari daun-daun yang ada disekitar kita, bisa juga rumput-rumputan. Porsinya bagaimana? Bahan kompos ini upayakan yang masih segar berwarna hijau berjumlah separoh bagian, dan bahan daun-daun kering berwarna coklat separoh bagian juga. Bahan-bahan ini kita potong-potong dengan ukuran maksimsum 3 cm.

Setelah cukup banyak, bisa kurang lebih setengah meter kubik, lalu potongan bahan kompos ini kita masukkan ke wadah, bisa kranjang, bisa juga malah karung yang ada lubang-lubang kecilnya. Lalu ambil MOL yang sudah jadi sebanyak 1 liter, tambahan air sebanyak 10-15 liter, dan kemudian disemprotkan ke bahan kompos yang tadi. Kemudian kranjang ditutup, atau bila menggunakan karung supaya karungnya diikat. Setiap 3 hari sekali dibuka, diaduk-aduk, tambahkan MOL dengan ukuran seperti tersebut di atas. Bila prosesnya benar, temperatur kompos yang sedang diproses tersebut bisa tinggi sampai 60 derajat Celsius. Dalam tempo 3 minggu paling lama sebulan, setelah temperatur turun, kompos telah jadi dan bisa dipakai untuk mengompos tanaman di rumah kita. Kalau kurang jelas, kontak saja dengan e-mail.

Seorang ahli kompos berkomentar, kompos yang anda buat perlu diperiksa di laboratorium kompos. Wah, tidak usahlah, karena konsep saya adalah: tidak membuang sampah rumah ke luar rumah. Rumah saya Zero Waste. (Sob)

Read More..

Wednesday, May 16, 2007

RUMAH TANPA SAMPAH

Profil Supardiyono Sobirin, Mewujudkan Rumah Tanpa Sampah

KOMPAS JAWA BARAT, 13 OKTOBER 2006
Foto: Sobirin, 2006, Tanam Padi dalam Pot

Pernah menanam padi di dalam pot? Supardiyono Sobirin (62) beberapa pekan lalu memanen padi yang ditanamnya dalam pot di halaman rumah. Awalnya Sobirin, warga Jalan Alfa, Kota Bandung, menanam satu batang padi.

Padinya tumbuh subur hingga rumpunnya memenuhi wadah. Awalnya ia iseng ingin membuktikan keunggulan pupuk kompos untuk padi. Ternyata hasilnya menggembirakan.

Sebelumnya, Sobirin menanam berbagai jenis pohon buah dan bunga dengan pupuk kompos buatannya.Sejak dua tahun lalu Sobirin menjalankan konsep hidup tanpa sampah. Ia membuat lubang ukuran 60 cm x 60 cm sedalam 1 meter. Ada lima lubang di halaman depan dan belakang rumahnya.Sampah dari halaman, seperti daun dan ranting kecil, dimasukkan dalam lubang, kemudian ditutup papan. Lubang ditetesi mikroorganisme lokal (Mol), yang berasal dari sisa makanan yang disimpan pada wadah tertutup. Dalam waktu beberapa hari, makanan akan membusuk dan menghasilkan cairan hasil fermentasi.Cairan tersebut untuk membantu mempercepat pembusukan daun dalam lubang. Dalam waktu dua bulan, daun-daun kering yang berubah menjadi kompos tersebut siap dimanfaatkan untuk bertani.Selain lubang, membuat wadah pembuatan kompos sederhana dari kayu. Ketika sampah sudah jadi kompos, wadah bisa diangkat sehingga kompos seolah tercetak. Sobirin juga membuat kompos dengan wadah karung. "Di rumah berhalaman sempit, tetap bisa membuat kompos," katanya, Kamis (12/10). Setiap pagi Sobirin, dibantu Aminuddin (42), mengurus dan memisahkan sampah. Sampah plastik dijemur lalu dimasukkan ke dalam drum plastik untuk dibuat biji plastik yang akan dibentuk menjadi barang interior rumah.Sementara itu, sampah kertas yang direndam dalam drum tertutup dijadikan bubur kertas dan didaur ulang menjadi kertas hias. Sisa makanan dijadikan Mol. Konsep rumah tanpa sampah ini menarik perhatian orang. Suami Etty Raffiati (59) ini sering menerima kunjungan mereka yang belajar memanfaatkan sampah di rumah. Ketertarikan Sobirin terhadap alam dimulai sejak kanak-kanak di sebuah desa di Gunung Tidar, Magelang, Jawa Tengah. Kesenangan berada di alam berlanjut saat ia pindah ke Bandung tahun 1962, meneruskan pendidikan di Jurusan Geologi ITB. Bidang ilmunya menuntut dia untuk sering di lapangan. Setelah lulus tahun 1970, ia bekerja di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, sering ke desa-desa dan pelosok-pelosok terpencil. Terbiasa hidup dekat dengan alam membuatnya ingin menghabiskan masa pensiunnya dalam lingkungan yang menyenangkan dan menenangkan. (Yenti Aprianti)

Read More..

Tuesday, May 15, 2007

SAMPAH PERKOTAAN

Rencana PLTS Membutuhkan Sosialisasi Lebih Jauh
KOMPAS Jawa Barat (MHF), 12 Mei 2007

Foto: www.town.groton.ct.us/ Waste To Energy Plant, Groton, Connecticut, USA

Demikian dikatakan anggota DPKLTS, Sobirin, di Bandung, Jumat (11/5). "Memang banyak juga sisi positifnya. Namun, kalau sisi negatif ini tidak diperhatikan, akan berbahaya bagi Pemkot Bandung," katanya.

Bandung, Kompas (MHF)
- Pemerintah Kota Bandung berencana membangun pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTS di Gedebage, Bandung, dengan nilai proyek mencapai Rp 500 miliar. Namun, proyek ini masih menyimpan beberapa risiko dan sisi negatif yang dilupakan Pemerintah Kota Bandung.


Demikian dikatakan anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, di Bandung, Jumat (11/5). "Memang banyak juga sisi positifnya. Namun, kalau sisi negatif ini tidak diperhatikan, akan berbahaya bagi Pemerintah Kota Bandung," katanya.

Sobirin menjelaskan, segi negatif atau kelemahan PLTS yang pertama adalah minimnya sosialisasi yang matang dalam hal kajian lingkungan strategis, analisis mengenai dampak lingkungan, kelayakan, dan desain detailnya. Akibatnya, proyek PLTS ini memunculkan wacana pro dan kontra baik di kalangan ahli maupun rakyat awam. Kedua, masyarakat kurang diberi penjelasan tentang alternatif-alternatif selain pabrik sampah PLTS.

Bebas sampah

Di atas semua itu, Sobirin mengutarakan beberapa keuntungan PLTS. Dengan PLTS, Kota Bandung mampu menyelesaikan masalah sampahnya sendiri. Dengan demikian, Kota Bandung diharapkan bebas dari sampah. Selain itu, kata dia, Kota Bandung tidak lagi tergantung pada TPA di wilayah lain seperti sekarang ini.

Secara terpisah, Wali Kota Bandung Dada Rosada mengatakan, rencana pembangunan PLTS sudah melalui berbagai kajian. Kalaupun masih ada warga yang menolak dan PLTS tidak dapat dibangun, Dada akan menggelar referendum. Dada berjanji, dengan adanya PLTS tidak akan terjadi lagi bencana banjir sampah seperti tahun lalu. (MHF)

Read More..

Monday, May 14, 2007

PLUS MINUS PABRIK SAMPAH GEDEBAGE

Tribun Jabar, Senin 5 Maret 2007
Gambar: www.celsias.com

Oleh SOBIRIN

BERAWAL dari longsornya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Leuwigajah pada tanggal 21 Februari 2005 yang lalu, persoalan sampah terutama di Kota Bandung menjadi superpelik.

Kota Bandung paling terpukul dibandingkan Cimahi atau Kab. Bandung. Bencana sampah yang terjadi waktu itu telah membuat panik semua pihak.

Walikota Bandung berusaha mencari lokasi TPA di setiap sudut Cekungan Bandung, namun hasilnya nihil. Puluhan lokasi yang dinilai pantas untuk TPA, semuanya ditolak masyarakat dan kurang mendapat dukungan pemerintah setempat. Sementara itu sosialisasi pengolahan sampah agar setiap warga kota mampu mengolah sampahnya sendiri dengan konsep 3R (reduce, reuse, recycle), terus dilakukan dengan gencar, namun hasilnya tidak banyak berarti, karena kebanyakan warga kota masih tidak ada kepedulian terhadap sampahnya.

Betapa tidak mudah mencari lokasi TPA dan betapa tidak mudah warga kota diminta untuk mengolah sampahnya, kemudian muncul konsep “sapu jagat”, yaitu membangun pabrik sampah menjadi energi (atau istilah kerennya “waste to energy” disingkat WTE atau W2E), yang lokasinya berada di kota sendiri yaitu di kawasan Gedebage. Konsep ini dikaji oleh tim ahli dari ITB dan rencananya awal tahun 2007 akan dimulai pembangunannya. Tetapi sampai bulan Maret 2007 ini belum ada tanda-tanda awal pembangunan, yang ada malah wacana pro dan kontra yang semakin mencuat terhadap rencana pabrik WTE ini.
Sebenarnya dua tahun sebelum kejadian longsor Leuwigajah, pihak Propinsi Jawa Barat melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi telah melakukan kajian mendalam tentang pengelolaan sampah terpadu untuk Bandung Metropolitan yang lebih dikenal dengan nama Greater Bandung Waste Management Corporation (GBWMC). Kegiatan ini telah melibatkan kesepakatan 5 kabupaten/kota di Cekungan Bandung, yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Menurut Dr. Ir. Agus Rachmat dan Dr. Ir. Setiawan Wangsaatmadja dari BPLHD, dikatakan bahwa belasan rencana lokasi TPA telah dikaji untuk GBWMC ini, antara lain Legoknangka di Nagrek untuk zone Bandung Metropolitan Timur, dan Leuwigajah untuk zone Bandung Metropolitan Barat.

Plus minus pabrik WTE

Segi positif atau kekuatan dari pabrik WTE ini adalah: pertama, Kota Bandung mampu menyelesaikan masalah sampahnya sendiri. Kedua, Kota Bandung diharapkan akan bebas sampah. Ketiga, Kota Bandung tidak tergantung dari wilayah lain untuk tempat pengolahan akhir sampah
Segi negatif atau kelemahan dari pabrik WTE ini adalah: pertama, kurang sosialisasi yang matang dalam hal kajian lingkungan strategis, amdal, kelayakan dan disain detailnya, sehingga telah menyebabkan wacana pro dan kontra, baik di kalangan para ahli maupun di kalangan rakyat awam. Kedua, masyarakat kurang diberi penjelasan tentang alternatif-alternatif selain pabrik sampah WTE. Misalnya konsep pengelolaan sampah terpadu Bandung Metropolitan yang telah dikaji oleh Propinsi Jawa Barat dengan rencana lokasi Legoknangka di Nagrek. Ketiga, walaupun pembangunan pabrik ini merupakan kerja sama antara dua badan usaha (PD Kebersihan dan PT BRILL) yang dikatakan tidak perlu pelelangan, namun bisa terjadi wacana kecemburuan di kalangan badan usaha swasta lainnya bila tidak ada sosialisasi yang transparans.
Adapun peluang dari pabrik WTE ini adalah: pertama, selain menyelesaikan masalah sampah, pabrik ini dapat menambah pasokan listrik. Kedua, Kota Bandung berpeluang meraih cita-cita menjadi kota jasa terbersih dan bermartabat
Sedangkan ancaman dari pabrik WTE ini adalah: pertama, Pemkot Bandung dinilai tidak konsisten dalam kesepakatan antara 5 kabupaten/kota untuk membangun pengelolaan sampah terpadu Bandung Metropolitan yang dikoordinasi oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat, dan berpotensi menggagalkan rencana yang telah matang tersebut. Kedua, pabrik WTE akan kekurangan sampah, karena untuk menghasilkan daya listrik 30 megawatt setidaknya diperlukan sampah 1.800 ton atau 7.200 meter kubik per hari. Sementara, sampah yang diangkut ke TPA Gedig dan Cikubang saja pada saat musibah sampah hanya 600 ton atau 2.400 meter kubik per hari. Apalagi bila konsep 3R (reduce, reuse, recycle) dilaksanakan di sumber sampah, maka volume sampah untuk listrik akan semakin berkurang. Ketiga, Gedebage adalah daerah rawan banjir, pabrik WTE terancam tidak beroperasi bila banjir melanda kawasan ini. Keempat, bila terjadi kegagalan teknologi, Kota Bandung tidak memiliki lokasi alternatif TPA lain, dan pencemaran lingkungan akibat sampah akan kembali melanda dengan skala yang lebih besar. Kelima, mahalnya biaya produksi WTE dikhawatirkan akan dibebankan kepada masyarakat.
Ternyata pabrik WTE ini memiliki sisi positif dan peluang, tapi juga memiliki sisi negatif dan ancaman. Bagaimana analisisnya? Andaikata Pemkot Bandung hanya melihat sisi positif dan peluang saja serta memaksakan kehendak tetap membangun pabrik WTE, berarti menggunakan strategi “agresif” yang akan menghadapi banyak resiko. Andaikata Pemkot Bandung menggunakan sisi peluang dan negatif, berarti mengambil strategi “turn around”, artinya mengatasi sisi negatif untuk menangkap peluang. Andaikata Pemkot Bandung menggunakan sisi kekuatan dan ancaman, berarti mengambil strategi “diversifikasi”, artinya sisi kekuatan untuk mengatasi ancaman. Andaikata Pemkot Bandung menggunakan sisi kelemahan dan ancaman, berarti mengambil strategi “defensif”, artinya hanya meminimalkan kelemahan dan menghindarkan ancaman, dengan kata lain tidak memaksakan pembangunan WTE.
Demikian pula dengan konsep pengelolaan sampah terpadu Bandung Metropolitan versi Propinsi Jawa Barat, perlu dikaji plus dan minusnya. Seyogyanya semua pihak termasuk masyarakat ahli dan awam ikut aktif memberi masukan dan penilaian terhadap konsep Pemkot Bandung maupun konsep Pemprov Jawa Barat. Masyarakat menunggu sosialisasi kedua konsep tersebut secara transparan. Tidak perlu ada kontroversi “political will” antara Pemkot Bandung dan Pemprov Jawa Barat. Konsep yang lebih baik manfaatnya untuk rakyat dan lingkungan tentunya yang akan dipilih rakyat.
Penulis: Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS).

Read More..

Sunday, May 13, 2007

MENANGGULANGI SAMPAH

GALAMEDIA, 19/06/2006
Foto: Sobirin, 2006, Komposter Rumah Tangga Murah Meriah

Oleh M. RIDLO 'EISY

Andaikan tiap rumah tangga dapat meniru apa yang dilakukan Pak Sobirin, pakar lingkungan kita yang mampu membuat zero waste rumah tangganya, artinya rumah tangga Pak Sobirin tidak memproduksi sampah sama sekali, masalah sampah akan lebih mudah diatasi.

Bandung menjadi kurang menarik karena sampah. Jumlah kunjungan wisatawan ke Bandung tampak sangat menurun. Beberapa kegiatan nasional yang menurut rencana diselenggarakan di Bandung, dipindahkan ke kota lain untuk menghindari sampah. Inilah tambahan kerugian karena sampah. Penduduk Bandung jelas tidak nyaman karena sampah dan karena sampah pula rezeki orang-orang Bandung juga berkurang karena menurunnya jumlah wisatawan ke Bandung.

Factory outlet, hotel, restoran, dan pengelola tempat wisata terkena dampak dari musibah sampah di Kota Bandung. Dampak ini juga segera dirasakan oleh penjahit, penjual kain, pabrik baju, penjual sayur, petani sayur, penjual daging, peternak, dan supplier semua kebutuhan hotel. Daftar ini dapat diperpanjang lagi dan pada akhirnya semua orang Bandung dirugikan oleh sampah. Untuk itu, tidak ada kata lain, semua masyarakat Bandung perlu menanggulangi sampah secara bersama-sama.

Secara umum, ada tiga masalah utama yang harus ditanggulangi untuk mengatasi masalah sampah. Pertama adalah tempat pembuangan akhir (TPA). Kedua tempat pembuangan sementara (TPS) dan ketiga adalah sampah rumah tangga.

***

Masalah pertama dan kedua adalah urusan pemerintah (Provinsi Jawa Barat, Kota dan Kabupaten Bandung serta Kota Cimahi). Usaha menanggulangi TPA dan TPS sudah sering kita baca di koran-koran dan kita dengan di radio. Bahkan kita saksikan di berbagai stasiun televisi Jakarta. Ikhtiar pemerintah belum berhasil secara memuaskan, tetapi para pejabat tampak berusaha sekuat tenaga. Sungguh diharapkan ikhtiar pemerintah bisa mendapatkan hasil semaksimal mungkin.

Sedangkan untuk masalah ketiga, itu adalah tugas bersama, terutama masyarakat. Andaikan tiap rumah tangga dapat meniru apa yang dilakukan Pak Sobirin, pakar lingkungan kita yang mampu membuat zero waste rumah tangganya, artinya rumah tangga Pak Sobirin tidak memproduksi sampah sama sekali, masalah sampah akan lebih mudah diatasi.

Diperkirakan produksi sampah rumah tangga mencapai 50% dari produksi sampah Kota Bandung secara keseluruhan. Jika tiap rumah tangga di Kota Bandung berhasil menerapkan zero waste, masalah sampah Kota Bandung lebih mudah diatasi.

Untuk itu masyarakat perlu mendapat contoh bagaimana caranya agar tidak memproduksi sampah sama sekali. Masyarakat perlu contoh bagaimana cara memilah sampah organik dan anorganik; bagaimana cara mengubah sampah organik menjadi kompos; dan bagaimana melenyapkan sampah-sampah anorganik. Peralatan apa yang diperlukan? Apakah mudah diperoleh atau dibeli dengan harga murah? Apakah dapat dibuat sendiri dengan mudah? Di mana harus mendapatkan informasi cara pengelolaan sampah rumah tangga tersebut. Dalam hal ini pemerintah perlu menyiapkan berbagai fasilitas agar masyarakat mampu melakukan program zero waste sendiri.

Dalam upaya menanggulangi sampah rumah tangga ini, HU Galamedia akan berusaha mencari informasi tentang bagaimana cara pengelolaan sampah rumah tangga dan kemudian menyosialisasikan informasi tersebut kepada masyarakat luas agar secepat mungkin terjadi gerakan massal di seluruh rumah tangga untuk mengatasi sampah mulai dari rumah tangga masyarakat kita.

Sudah banyak kerugian dan kekesalan kita akibat musibah sampah yang menimpa masyarakat Bandung. Terlalu mahal musibah ini, jika kita mau mengambil hikmahnya dan kemudian bertekad untuk menciptakan Kota Bandung yang bersih. Seperti kata Aa Gym, kita mulai dari diri sendiri dan mulai hari ini. Tampaknya tiap rumah tangga akan mampu mengatasi sampah rumah tangga. Insya Allah. **

Read More..