Monday, May 26, 2008

CREW NOVA MENDALAMI ZEROWASTE DAN PADI EMBER

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 27 Mei 2008
Foto: Sobirin 2008, Crew NOVA Serius dalam Ceramah Zerowaste


Oleh: Sobirin

Edwin dan Andri, wartawan Nova, pernah ke rumah saya meliput zerowaste, kompos rumahan dan padi ember. Rupanya Edwin dan crew Nova ingin lebih mendalami zerowaste dan padi ember ini. Atas undangan Nova melalui Edwin, saya ke Jakarta mendongeng zerowaste dan padi ember.





Senin, 26 Mei 2008, saya ke Jakarta ditemani Mubiar Purwasasmita, seorang doktor ITB jurusan Kimia Teknik yang menekuni bidang proses dalam bertani secara seksama. Saya mendongeng tentang konsep zerowaste, sampah rumah tangga yang diproses menjadi kompos, dan cara menanam padi ember. Mubiar bercerita tentang teori tanah dan kompos adalah bioreaktor, reaktor hidup alami, yang tidak memerlukan tambahan pupuk kimia.


Hadir sekitar 50 orang crew Tabloid Nova di ruang auditorium Nova, di antaranya ada Evy, Krisna, Edwin, Andri dan lain-lain tokoh Nova. Sebagai moderator ceramah ditunjuk Astrid, salah seorang crew Nova. Mereka serius mendengar ceramah mengenai pemrosesan sampah rumah supaya tidak di buang ke luar rumah, tetapi diubah menjadi barang bermanfaat, dikembangkan lebih jauh untuk pertanian rumah tangga atau “agrohome”.


Ceramah yang interaktif ini berjalan selama 2 jam. Banyak pertanyaan menarik disampaikan oleh Nova, misalnya: apakah kompos yang dihasilkan perlu ditambah tanah bila akan dimanfaatkan, berapa hasil padi ember dan bagaimana cara menggilingnya menjadi beras, apakah beras dari padi ember organik lebih enak daripada beras biasa, tanaman apa yang paling baik untuk pertanian rumah tangga, dan lain-lainnya.


Saya mengusulkan agar Nova bisa menyelenggarakan perlombaan padi ember antar ibu-ibu rumah tangga, juga festival stroberi rumah tangga. Kalau acara tersebut bisa diselenggarakan pas hari-hari peringatan misalnya tanggal 17 Agustus, mungkin akan lebih mengairahkan masyarakat untuk ber-zerowaste.

Read More..

Friday, May 23, 2008

STROBERI ORGANIK MANIS ASEM WANGI

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 24 Mei 2008
Foto: Sobirin 2008, Stroberi Pot Organik Berbuah
Oleh: Sobirin
Bibit tanaman stroberi yang saya tanam di pot telah berbuah. Buahnya bagus, rasanya asem manis dan baunya wangi khas, dan yang jelas adalah organik. Dua bulan yang lalu Henry Syarifuddin, pengusaha muda, yang juga pengusaha jaringan internet, memberi sekitar 10 polibeg bibit stroberi muda.


Stroberi ini saya tanam di pot dengan media tanah 1 bagian dan kompos buatan sendiri 2 bagian. Tiap hari di siram MOL tapai, permukaan tanah diaduk pelan-pelan, rumput-rumput liar dicabuti.

Jadi petani rumah tangga memang asyik, harus sabar dalam merawat tanaman. Tetapi yang utama adalah rumah kita mampu memproses sampah rumah tangga kita. Reduce, reuse, recycle atau 3R perlu kita praktekkan agar rumah menjadi “zerowaste”. Tidak membuang sampah ke luar rumah.


Kalau kompos dan MOL sudah berhasil kita buat, maka tahap berikutnya adalah bertani rumah tangga atau “agrohome”. Ada nilai tambah setelah rumah kita menjadi “zerowaste”.


Kembali ke buah stroberi organik tanaman saya, baunya wangi dan terus menempel di tangan, segar......! Ada yang tertarik menjadi petani rumah tangga?

Read More..

Monday, May 12, 2008

HANSIP BERKREASI MEMPROSES PLASTIK BEKAS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 12 Mei 2008
Foto: Sobirin 2008, Berkarung Plastik Siap Diproses

Oleh: Sobirin

Senin malam hari 12 Mei 2008, sekitar pukul 21.00, teman-teman Hansip datang ke rumah saya. Mereka bermaksud meminta tumpukan plastik dalam karung yang saya simpan di belakang rumah, katanya akan diproses menjadi bahan bangunan semacam bata.



Mereka adalah para Hansip di kampung saya Cigadung Kota Bandung, yaitu Usep, Dayat, Oboy, dan Adjat. Mereka bercerita bahwa plastik-plastik bekas tersebut akan diproses dengan konsep pemanasan, dicampur pasir bersih, menjadi semacam bata bahan bangunan. Lokasi ’pabrik’nya tidak di Cigadung, tapi jauh di selatan Kota Bandung.


Ide yang bagus sekali, sebab saya sendiri sampai saat ini kewalahan dan kerepotan dalam menangani plastik kresek bungkus dan plastik jenis lainnya dalam proses skala rumah tangga. Sebelumnya plastik-plastik tersebut saya cuci bersih, menjadi plastik bersih yang kemudian saya simpan dalam karung, saya onggokkan begitu saja di belakang rumah. Untuk plastik sejenis gelas atau botol minuman kemasan tidak menjadi masalah, sebab tukang pemulung juga senang menerimanya. Tetapi jenis kantong plastik kresek, apalagi yang bolong atau sobek, tidak laku dijual, diberikan gratis kepada pemulung juga ditolak. Padahal konsep rumah saya adalah zero waste, tidak membuang segala macam sampah ke luar rumah.

Dalam blog ’clearwaste’ edisi tanggal 11 November 2007 (Melelehkan Plastik Model Sendiri), 12 November 2007 (Melelehkan Plastik Model Puskim), 13 November 2007 (Melelehkan Plastik Model Pabrik), telah saya coba bagaimana plastik-plastik ini untuk bisa dibentuk dan didaur ulang. Tetapi hasilnya masih belum memuaskan, memang perlu biaya untuk membuat alat pelelehnya, padahal saya tidak punya uang untuk itu. Di lain pihak jumlah sampah plastik terus bertambah.


Juga dalam blog ’clearwaste’ ini telah saya muat perihal upaya mahasiswa ITB dalam kampanye anti kantong plastik. Hasilnya juga belum nampak, kantong plastik semakin saja beredar menjadi sampah kota.


Ketika para Hansip ini mau mencoba berkreasi, saya sangat mendukung sekali. Menurut mereka, percobaannya berhasil, bahkan bahan bangunan batanya sudah dimanfaatkan. Mereka akan menyempurnakan, dan akan di-paten-kan. Saya sendiri belum melihat cara prosesnya, karena tempatnya jauh dari kampung saya. Suatu saat akan saya lihat dan saya tulis di blog ’clearwaste’. Semoga mereka berhasil.

Read More..

Tuesday, May 6, 2008

MENUNGGU PADI EMBER BERBULIR PENUH KESABARAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 6 Mei 2008
Foto: Sobirin 2008, Menunggu Padi Ember Berbulir

Oleh: Sobirin

Menunggu penuh harap memang sebuah pekerjaan yang membuat perasaan ini berdebar-debar. Kapan padi ember saya ini akan berbuah atau berbulir juga merupakan penantian yang emosional. Hampir tiga setengah bulan sudah saya merawat padi ember ini.



Benihnya memang jenis padi kampung, warna batangnya ungu kehitaman. Tumbuh kekar dengan banyak anak, walau sewaktu menanam hanya dari satu benih saja. Kata orang ini padi yang sering ditanam petani jaman dulu, malah mungkin jenis padi berwarna merah.


Padi yang biasa ditanam petani jaman dulu memang padi yang ukuran tumbuhnya lebih tinggi dari padi unggul jaman sekarang. Kalau padi unggul dalam umur 3 bulan sudah berbulir siap panen, sedangkan padi yang saya tanam dalam ember ini umur 5 bulanan baru berbulir. Cukup lama.


Kalau dilihat dari batangnya yang mulai membengkak, sepertinya sudah ada tanda-tanda akan berbulir. Setiap hari saya siram dengan MOL, tanah saya korek-korek, rumput liar saya cabuti. Semoga saja dalam waktu dekat bulir-bulir padinya akan muncul.


Sambil menunggu berbulirnya padi ember tadi, saya juga menanam padi ember benih unggul sintanur, sekarang ada yang berumur 1 bulan, ada pula yang masih 2 minggu. Semuanya saya tanam dalam pot besar seukuran ember besar, dengan tanah dicampur kompos buatan sendiri, disiram dengan MOL buatan sendiri.


Memang pertumbuhan padi unggul lebih cepat dari padi kampung. Penantian selama 3 bulan memang cukup lama, apalagi dengan harap-harap cemas. Menjadi petani organik ternyata memang harus sabar dan tekun.


Tetapi dari semua tersebut di atas, yang terpenting adalah kembali bagaimana sampah rumah kita untuk diproses, didaur ulang, tidak dibuang ke luar rumah. Rumah kita menjadi ‘zerowaste’.

Read More..