Sunday, June 29, 2008

FOTO DETAIL PENCACAH DAUN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 30 Juni 2008
Foto: Sobirin 2008, Prototip Mesin Pencacah Daun

Oleh: Sobirin
Banyak yang berminat membu
at mesin pencacah daun. Minta dikirim foto ukuran besar melalui e-mail. Saran dari pembaca, supaya dimuat ulang dalam blog ini foto ukuran besar dan jelas dari prototip mesin pencacah daun ini. Berikut ini saya sampaikan foto tersebut…….


I
ni foto prototip pencacah sampah skala rumah tangga, kepada yang berminat supaya dikembangkan saja. Ada 2 (dua) pisau. Satu bentuknya melengkung berputar (seperti pisau babat rumput yang didorong), satu lagi pisau datar statis yang bisa dimajukan dimundurkan agar pas bertemu dng pisau lengkung. Kalau posisinya sudah pas, pisau datar dikencangkan pakai sekrup.


Pada sumbu putar baiknya dipasang "laher" (roda yang ada pelor-pelor besi) agar putaran ringan. Bagian bawah pencacah ini dipasang kawat ayam untuk menyaring potongan-potongan daun yang terbentuk menjadi ukuran kecil-kecil kurang lebih 3 cm-an.

Kalau bisa membuat alat ini dalam jumlah banyak, dan menjualnya kepada keluarga menengah ke atas, maka keuntungannya cukup bagus. Dipatok harganya jangan mahal tetapi ada untung. Saya pikir dengan harga Rp. 200.000 per buah pasti laku.

Ongkos produksi paling Rp 75.000, jadi keuntungan Rp 125.000 per buah. Silahkan dikembangkan. Kalau dimodifikasi dengan motor atau disambung ke sepeda statis akan lebih bagus lagi. Selamat mencoba!

Read More..

Sunday, June 22, 2008

SADAR LINGKUNGAN SETELAH TERANIAYA

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 22 Juni 2008
Foto: Sobirin 2008, Warga GCA Studi Banding ke Komposter Jl. Alfa 92

Oleh: Sobirin

Masyarakat Griya Cempaka Arum (GCA), kawasan Gedebage, Kota Bandung Timur beramai-ramai membuat kompos. Tadinya di kawasan ini akan dibangun Pabrik Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Warga menolak, dari pada PLTSa yang membahayakan lingkungan lebih baik membuat pabrik kompos sendiri.




Sampah di Kota Bandung memang masih menjadi masalah utama kota. Semenjak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Leuwigajah longsor, praktis Kota Bandung tidak memiliki TPA secara resmi. TPA lama dalam kota di Cicabe dan Pasirimpun sudah penuh semua. Ketika terpaksa akan dimanfaatkan ulang, masyarakat sekitar menolak.

Ketika pemerintah Kota Bandung berusaha mencari alternatif lokasi di wilayah tetangga di Kabupaten Bandung, juga masyarakat di lokasi tersebut menolak. Menunggu TPA “bersama” yang akan dibangun pemerintah Provinsi Jawa Barat, pelaksanaannya lambat, alias tidak jelas bakal jadi atau tidak. Sekarang ini TPA yang berfungsi adalah TPA “sementara” di lahan pinjaman dari Perhutani di Sarimukti, jauh di luar kota.

Ironisnya, hampir 90 persen warga Kota Bandung masih juga belum sadar lingkungan, membuang sampah sembarangan. Padalah 3 tahun yang lalu, Kota Bandung mengalami musibah menumpuknya di setiap sudut kota, akibat TPA Leuwigajah tidak berfungsi.

Muncul gagasan dari pemerintah Kota Bandung, yaitu membangun PLTSa yang akan ditempatkan di kawasan Gedebage, sekitar komplek GCA. Pemerintah Kota Bandung menganggap bahwa dengan PLTSa ini masalah sampah kota akan terselesaikan.

Sosialisai PLTSa sangat gencar dilakukan oleh Walikota. Muncul pro dan kontra PLTSa yang mengarah kepada konflik. Demo anti PLTSa telah menjadi kegiatan sehari-hari warga GCA yang khawatir PLTSa ini nantinya akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup mereka. Masyarakat GCA merasa “teraniaya” dengan rencana akan dibangunnya PLTSa ini.


Masyarakat GCA mempunyai solusi, yaitu bukan PLTSa, tetapi sebaiknya sampah diolah sendiri dari sumbernya, dari rumah masing-masing, dari lingkungan masing-masing dengan cara 3R, “reduce-reuse-recycle”. Saat ini mereka menggalakkan pembuatan kompos dari sampah organik dan mendaur ulang sampah anorganik, dan berupaya menjadikan gerakan ini sebagai kegiatan ekonomi kreatif. PLTSa NO, 3R YES, kata masyarakat GCA.


Tanggal 22 Juni 2008 yang lalu sekitar 20 warga masyarakat GCA, kebanyakan ibu-ibu, mengunjungi komposter dan pertanian rumah tangga di tempat saya di Jl. Alfa 92 Bandung untuk studi banding dan diskusi tentang cara-cara mengolah sampah 3R sehingga lingkungan menjadi “zerowaste”. Secara kebetulan hadir pula meramaikan suasana dr.H.Yono Sudiyono,MARS,MHKes, ketua Forum Rembug Peduli Bandung Sehat.


Memang setelah “teraniaya”, masyarakat menjadi sadar bahwa lingkungan bersih itu adalah prasyarat sebuah kota yang bermartabat. Semoga masyarakat GCA dan seluruh warga Kota Bandung mampu menjadikan lingkungannya “zerowaste” dengan mengolah sampahnya sendiri tanpa harus ada PLTSa.

Read More..

Monday, June 16, 2008

DIPAKAI UMUM, TEMPAT SAMPAH SAYA BONGKAR

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 17 Juni 2008
Foto: Sobirin 2008, Tempat Sampah Dibongkar Saja!


Oleh: Sobirin

Saya mempunyai tempat sampah di luar rumah dari bata di semen, ukuran 100cm x 75cm x 45cm. Sejak saya ber-“zerowaste”, tidak membuang sampah ke luar rumah, praktis tempat sampah ini tidak saya pakai. Akhirnya tempat sampah saya bongkar, karena banyak orang yang nebeng buang sampah.



S
ejak 3 tahun yang lalu saya menganut faham “zerowaste”, sampah rumah tangga diproses 3 (Rreduce, reuse, recycle). Sampah organik menjadi kompos, sampah anorganik dimanfaatkan kembali atau didaur ulang.
Jadi praktis tidak ada sampah yang dibuang ke luar rumah. Tempat sampah di luar rumah, yang saya buat dari bata yang disemen, tidak saya manfaatkan lagi. Anggapan saya tempat sampah menjadi bersih dan selalu akan kosong.

Tetapi ternyata tempat sampah tersebut selalu ada isinya. Sampah-sampah dapur, sampah plastik memenuhi tempat sampah saya. Heran juga, siapa yang ikut-ikutan membuang sampah di tempat saya. Ingin menuduh tetangga, saya tidak enak hati. Akhirnya, pikir punya pikir, tempat sampah saya tersebut saya bongkar saja. Tidak ada lagi tempat sampah di luar rumah saya.

Tidak mudah mengajak masyarakat kiri-kanan kita untuk bersedia memproses sampahnya sendiri. Malah-malah dibuang seenaknya di tempat orang lain. Memang sampah ini NIMBY, “not in my back yard”, sampah perlu disingkirkan, asal jangan ke tempat saya. Mereka ingin rumahnya bersih, tetapi membuang sampahnya di pekarangan orang lain.


Setelah tempat sampah saya bongkar, saya harap mereka-mereka yang membuang sampah di tempat saya ada sedikit rasa-rasa malu.

Read More..

Monday, June 2, 2008

AKHIRNYA PADI EMBER VERSI 2 BERBULIR

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 2 Juni 2008
Foto: Sobirin 2008, Padi Kampung di Ember 4 Bulan Berbulir

Oleh: Sobirin

Persis empat bulan padi yang saya tanam dalam ember mulai keluar bulirnya. Awalnya satu butir padi jenis kampung ini disemai pada 18 Januari 2008, kemudian kecambah dipindah ke ember 26 Januari 2008, terakhir mulai berbulir 2 Juni 2008. Indah sekali bulir padi muda ini.


Perawatan padi ember tidak terlalu sulit, hanya butuh kesabaran dan ketelitian. Ember yang saya pakai ukuran diameter 30 cm, tinggi juga 30 cm. Seharusnya ukuran ember paling tidak 40 cm, tinggi 40 cm.

Medianya berupa tanah gembur 1 bagian dicampur kompos buatan sendiri 2 bagian, diaduk-aduk sampai rata, dibasahi dengan MOL yang encer sekali. MOL yang saya pakai adalah MOL tapai. MOL tapai ini sangat wangi baunya, seperti alkohol, sedap menurut saya.


Kecambah padi yang masih berukuran 2 cm ditaruh dipermukaan tanah. Tidak ditanamkan, tetapi diletakkan saja. Walaupun kecambah ini ukurannya hanya 2 cm, tetapi akarnya panjang, sampai 5 cm. Nah, akar ini yang ditanamkan ke dalam tanah, hati-hati jangan sampai potong. Sedangkan kecambah yang masih menempel di gabah, diletakkan saja di permukaan tanah, seperti telah disebutkan sebelumnya.


Tiap hari tanah dikorek-korek dengan hati-hati agar tidak mengenai akar. Tiap 3 hari dikucuri MOL tapai yang sangat-sangat encer. Begitulah rutin tiap hari tanah dikorek-korek, tiap 3 hari di beri MOL. Bila ada rumput liar segera saja dicabut.

Perkembangan pertumbuhan padi ember ini dapat dibaca dalam artikel-artikel di blog ini.
Setelah ditunggu-tunggu dengan penuh kesabaran, akhirnya padi ember jenis kampung ini keluar bulir-bulirnya. Ditunggu sampai satu bulan lagi untuk dipanen. Saya ingin tahu berapa jumlah gabah yang dapat saya panen.

Sangat menyenangkan, sampah menjadi kompos, kompos menjadi beras. Padi ember ini saya sebut versi 2, karena versi 1 pernah saya tanam pada tahun 2006 yang lalu.

Read More..