Friday, September 26, 2008

TITI DJ DAN OVY SELEBRITIS KOMPOS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 26 September 2008
Foto: Sobirin 2008, Titi DJ-Ovy Meninjau Komposter (Foto lain di Read More)

Oleh: Sobirin

Ketika banyak selebritis mengembangkan kariernya ke dunia politik, misalnya Marissa Haque, Nurul Arifin, Dede Yusuf, dan yang lainnya, tetapi sepasang selebritis ini justru berbeda. Titi DJ dan suaminya Ovy, dua-duanya artis papan atas ini justru melirik ke dunia zerowaste.




A
walnya saya kaget juga ketika ada SMS dari Titi DJ dan Ovy Noviar Rachmansyah yang ingin studi banding melihat cara-cara kompos-mengompos di rumah saya Jl. Alfa 92 Bandung. Saat ini “trend”nya selebritis mengembangkan karier jadi anggota DPR dan Pimpinan Daerah, tapi yang ini mengapa malah ingin mendalami kompos dan zerowaste. Moga-moga Titi DJ dan Ovy menjadi duta lingkungan khusus persampahan.


Sesuai rencana, tanggal 26 September 2008 datang rombongan Titi DJ dan suaminya Ovy dan anak-anaknya: Salma, Salwa, Daffa, Excel, Keisha (Stephanie tidak ikut), berikut Slamet (pengurus kebun keluarga Titi DJ dan Ovy), dan sopir.


Keluarga Titi DJ dan Ovy ini ingin sekali rumahnya menjadi zerowaste, mengelola sampahnya sendiri dengan cara 3R (reduce, reuse, recycle). Keseriusannya nampak dari pertanyaan-pertanyaan sekitar MOL dan kompos-mengompos. Bahkan selalu menekankan kepada Slamet sebagai pengurus kebun keluarga supaya mendengarkan penjelasan dan mempraktekkan di kemudian hari.

Keinginannya untuk berzerowaste juga kelihatan ketika di ‘shout box’ blog clearwaste pernah menanyakan tentang padi ember. Waktu di ‘shoutbox’ menggunakan nama ‘titiovy rachmansyah’, dan saya tidak tahu kalau itu Titi DJ.


Sesuatu yang lebih menarik yaitu tatkala mendengar bahwa Ovy berkeinginan menjadi petani organik berskala besar. Bagus sekali cita-citanya, semoga di hari tuanya bisa melebihi suksesnya Bob Sadino, petani intelek Indonesia kaliber internasional.

Semoga rumah Titi DJ dan Ovy berikut keluarganya segera menjadi zerowaste. Semoga cita-cita Ovy menjadi petani sekaliber Bob Sadino bisa tercapai. Semoga pula keinginan ber-zerowaste dapat disusul dan diikuti oleh para selebritis yang lain. Kalau kampanye tentang sampah dilakukan oleh selebritis, pasti masalah sampah di kota-kota besar bakal segera terselesaikan.

Read More..

Sunday, September 21, 2008

MENCOBA MENANAM PADI DI SAWAH MINI

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 21 September 2008
Foto: Sobirin 2008, Mencoba Menanam Padi di Sawah Mini

Oleh: Sobirin

Saya memiliki “secuil” lahan ukuran 1 (satu) meter persegi. Dulu pernah ditanami lobak putih organik dengan hasil sukses. Sekarang saya mencoba menanam padi di lahan ukuran mini ini. Tanah diolah dicampur dengan kompos, diairi hingga basah, dan benih padi ditebar.




Tiap hari “sawah” mini ini selalu disiram air, tetapi belum di MOL. Setelah 7 (tujuh) hari benih padi yang ditebar nampak berkecambah subur. Saya akan membiarkan terus persemaian padi ini tumbuh apa adanya.

Mungkin akan kurang sehat, karena bibit padi yang tumbuh ada yang menggerombol. Tidak apa-apa, saya akan amati perkembangannya, sambil mencoba konsep menanam padi tebar bebas.


Sampai umur padi ini sekitar 15 hari, baru akan saya siram dengan MOL sangat encer. Moga-moga percobaan “sawah” mini ini akan berhasil.

Read More..

BULIR PADI BERDAUN KANGKUNG

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 21 September 2008
Foto: Sobirin 2008, Padi Berbulir Berdaun Kangkung

Oleh: Sobirin

Setelah sukses membuat MOL dan kompos dengan cara yang sederhana dari bahan-bahan yang ada di sekitar kita, lalu apa yang kita perbuat? Menjual MOL? Menjual kompos? Bisa! Memang perlu pemasaran yang ulet. Tapi yang lebih menarik adalah mencoba pertanian rumah tangga.




Pertanian rumah tangga bisa dilakukan tanpa harus memiliki lahan yang luas. Lahan sempit, bahkan tidak memiliki lahan-pun bisa mempraktekkan pertanian rumah tangga. Yang memiliki lahan, bisa langsung di halaman rumahnya.

Yang tidak memiliki lahan bisa menggunakan pot dari drum bekas, ember bekas, atau kaleng bekas. Medianya menggunakan kompos buatan sendiri yang dicampur dengan tanah. Ukuran campuran adalah 2 (dua) bagian kompos di tambah 1 (satu) bagian tanah, diaduk rata.


Tanaman bisa bermacam jenis, bisa tomat, cabai, padi, atau apa saja yang kita senangi. Bila perakaran bibit tanaman dalam pot sudah cukup kuat, bisa ditambahkan lagi dengan sedikit kompos. Tiap hari diberi air, 3 (tiga) hari sekali disiram MOL yang telah sangat diencerkan. MOL encer ini ibarat pupuk cair, disiramkannya tidak di batang tanaman, tetapi di tanah sekitar tanaman.


Coba lihat padi yang ditanam di ember. Sangat subur, anakannya banyak, buliran padinya juga banyak. Lihat juga kangkung yang saya tanam di drum bekas. Tanaman kangkung ini sudah lebih 2 (dua) tahun umurnya. Tiap kali dipetik, tumbuh kembali, tiap kali dipetik tumbuh kembali. Dalam potret nampak betapa suburnya tanaman padi dan kangkung ini. Seperti padi yang sedang berbulir berdaun kangkung.


Pertanian rumah tangga memang sangat mengasyikkan. Sampah rumah menjadi kompos, rumah menjadi bersih, tanamanpun subur.

Read More..

Thursday, September 18, 2008

MOL MENYELAMATKAN TANAMAN CABE

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 18 September 2008
Foto: Sobirin 2008, Tanaman Cabe Terselamatkan oleh MOL
Oleh: Sobirin

Di bawah pohon cengkeh, di halaman depan rumah saya, tumbuh tanaman cabe, yang asal-usulnya saya kurang jelas, tiba-tiba saja tumbuh sendiri. Tetapi tanaman muda ini tumbuhnya kurang sehat, daunnya keriting dan kuning. Ketika saya rawat dengan MOL, tanaman menjadi sehat.




M
ungkin ada yang membuang biji-biji cabe dari sambel baso ke bawah pohon cengkeh saya. Tadinya saya akan mencabutnya, tetapi saya berpikir biarlah tanaman ini tumbuh alami.


Ternyata tumbuhnya kurang sehat, daunnya keriting keriput berwarna kuning. Untuk ke dua kalinya saya ingin mencabutnya saja, tapi untuk kedua kalinya pula saya memutuskan untuk tidak mencabutnya, dan bahkan berupaya untuk menyelamatkannya.


Tanah di sekiling tanaman cabe ini saya gali pelan-pelan, lalu di tambahkan kompos, dan di siram MOL encer. Jenis MOL-nya adalah MOL tapai campur terasi campur air kelapa. Daun-daun yang keriting dan kuning digunting, beberapa ranting juga digunting dirapihkan.


Dengan perawatan yang seksama, tiap hari di siram air, dan 3 hari sekali disiram MOL encer, maka tanaman cabe ini mulai kelihatan tumbuh subur, dengan daun-daunnya yang mulai menghijau segar. Moga-moga terus tumbuh dan berbuah banyak.

Read More..

Saturday, September 13, 2008

RUMAH EYANG TANPA SAMPAH

Majalah Kreatif, No.08/2008, Johana Ernawati
Foto: Halaman 10-11 Majalah Kreatif


Rupanya ada majalah anak-anak, namanya Kreatif, saudaranya Bobo, dari kelompok Kompas Gramedia juga peduli Zerowaste. Edisi No. 08/2008 menampilkan Geng Go Green, mengulas tentang rumah eyang Zerowaste rumah bersih tanpa sampah, diliput oleh wartawatinya Johana Ernawati.



Ceritanya Roki diperankan oleh wartawan Johana Ernawati mampir ke rumah eyang Sobirin di Bandung. Semua ditanyakan oleh Roki ini, bagaimana membuat MOL, bagaimana membuat kompos, bagaimana menanam padi ember, dan lain-lainnya.

Eyang Sobirin menjawab bahwa semua itu mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja, yang penting niatnya adalah ‘tidak membuang sampah ke luar rumah’. Sampah rumah tangga diprosres sendiri saja agar rumah menjadi Zerowaste, berbudaya hidup bersih dengan rumah tanpa sampah.

Gantian si eyang ini menanyakan kepada Roki, bagaimana menceriterakan kembali dengan bahasa anak-anak agar mudah ditangkap oleh anak-anak? Ternyata Roki alias Johana Ernawati sangat pintar mengolah kata-kata dengan bahasa anak-anak, agar mulai dari usia dini anak-anak berbudaya hidup bersih. Coba silahkan dibaca di majalah Kreatif edisi No, 08/2008.

Read More..

KOMPOS ANAEROB LEMBUT DAN BERKUALITAS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 13 September 2008
Foto: Sobirin 2008, Kompos Anaerob Hasil Ayakan Siap Pakai
Oleh: Sobirin
Tadinya saya berfikir, bahwa tampilan kompos yang dibuat dengan cara anaerob pasti kasar, tidak
beraturan, berbau menyengat, karena semua bahan organik masuk. Ada yang tidak dicacag, ada bahan sisa sayur bersantan, dan lain-lainnya. Ternyata produk komposnya bagus sekali.



Komposter anaerob yang dibuat dengan membuat lubang di tanah ukuran 60 cm x 60 cm dengan kedalaman 1 meter dan dilengkapi tutup plat beton tipis, pada akhirnya menjadi kebanggaan saya. Saya sangat ‘happy’ dengan komposter anaerob jenis ini.

Manfaatnya banyak, bisa menampung segala macam jenis sampah organik. Sampah pekarangan tanpa di cacag, sampah organik dapur segala macam, bahkan kadang saya masukkan bangkai tikus, bekicot, dan lain-lainnya.

Setiap mengisi bahan baru, kemudian disiram MOL, dan bila perlu bagian atasnya ditabur dengan tanah setebal 5 cm, baru akhirnya plat beton tipis ditutupkan. Saya jarang mengaduk-aduk. Dalam tempo satu bulan, bisa dipanen.

Lapisan paling bawah yang dipanen, karena sudah matang. Lapisan paling atas yang masih nampak sebagai daun asli dimasukan kembali ke lubang anaerob. Sedangkan lapisan di tengah yang setengah matang diproses lanjut di komposter aerob bata terawang.


Coba diperhatikan dalam foto, nampak kompos hasil anaerob yang telah diayak sangat halus lembut, berkualitas, dan sama sekali tidak berbau. Kompos hasil ayakan ini kalau belum dimanfaatkan diwadahi dalam karung dan disimpan di gudang.

Read More..

KOMPOSTER AEROB DIBANTU KOMPOSTER ANAEROB

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 13 September 2008
Foto: Sobirin 2008, Bahan Kompos 1/2 Matang dari Anaerob

Oleh: Sobirin
Ketika membuat kompos aerob, yang paling menyita tenaga adalah merajang bahan-bahan kompos menjadi potongan kecil-kecil. Memang banyak cara, yaitu dicacag dengan bedog, atau dengan mesin. Ternyata komposter anaerob dapat juga membantu kita. Bagaimana caranya?




Sewaktu mencacag daun-daun atau bahan organik lainnya dengan bedog atau bendo, kecuali membuat tangan kita pegal juga sangat berisiko jari tangan kita bisa kena musibah. Bisa juga dengan mesin pencacag. Ukuran besar ada yang menjual, tetapi harus memesan terlebih dahulu, harganya selangit. Lengkap dengan motor penggerak harganya minimum Rp. 17,5 juta rupiah. Tidak kembali pokok, apalagi bila membuat komposnya hanya sekedar hobby. Lain halnya bila kita berniat komersial. Komposnya dijual. Asal ‘marketing’nya bagus, kompos ini laku keras.

Saya berniat membuat kompos karena ingin rumah saya berlabel ‘zerowaste’. Tidak membuang sampah ke luar rumah. Mencacag bahan kompos pernah saya lakukan dengan bedog. Ketika jari tangan saya pernah terkena bedog, maka saya agak enggan menggunakan bedog. Masih untung waktu itu hanya bengkak saja.


Kemudian saya mencoba membuat mesin pemotong daun skala kecil. Dikatakan berhasil, boleh juga. Dikatakan gagal, boleh juga. Alatnya berfungsi, tetapi kurang bagus. Perlu penyempurnaan disana-sini. Ongkos membuatnya waktu itu tidak lebih dari Rp 100 ribu. Foto dan detailnya dapat dilihat pada artikel lama dalam blog ini. Semoga ada pembaca yang berniat menyempurnakan, dan silahkan dikomersialkan.


Suatu saat ketika saya panen kompos anaerob dari komposter anaerob lubang di tanah, saya mendapat pengalaman yang menarik. Lapisan teratas kompos naeorob masih berwarna asli daun hijau kuning. Lapisan di tengah berupa kompos setengah matang, berwarna coklat kehitaman dengan daun-daun yang kasar tetapi mudah diremas. Lapisan paling bawah berupa kompos matang berwarna hitam.


Kompos matang diayak dan dimanfaatkan atau disimpan. Kompos yang masih mentah dimasukkan kembali ke dalam lubang anaerob. Sedangkan kompos setengah matang yang mudah diremas diproses lanjut di komposter aerob bata terawang.

Jadi sekarang saya memanfaatkan komposter anaerob ini untuk memperoleh bahan kompos aerob bata terawang. Bedog saya tinggalkan, karena risikonya tinggi, kalau tidak berhati-hati jari tangan bisa kena bedog.

Read More..

KOMPOS ANAEROB PANEN TERUS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 13 September 2008
Foto: Sobirin 2008, Komposter Anaerob Panen Tiap Bulan
Oleh: Sobirin
Empat komposter anaerob lubang tanah yang saya miliki amat bermanfaat, bisa menampung sampah organik pekarangan, bisa menampung sampah organik dapur, sisa sayur bersantan, dan lain-lainnya. Tiap bulan selalu panen, rata-rata menghasilkan 25 kg kompos halus tiap lubang.




Masing-masing komposter anaerob ini berukuran 60 cm x 60 cm dengan kedalaman 1 meter. Tutupnya dibuat dari plat beton tipis. Dalam satu bulan bisa penuh, apalagi kalau musim angin dan daun-daun banyak berguguran. Juga bila anak cucu datang di akhir minggu, maka produksi sampah dapur meningkat. Akhirnya komposter anaerob inilah yang membereskan sampah-sampah tadi menjadi kompos.

Manfaat lain dari komposter anaerob ini yaitu sebagai pengganti alat pencacag atau perajang daun-daun bahan kompos. Ceriteranya begini, ketika kompos anaerob dipanen, maka lapisan teratas masih segar, lapisan di tengah baru setengah matang, dan lapisan terbawah sudah matang.

Kompos lapisan terbawah yang matang diayak menjadi kompos halus, dan bisa dimanfaatkan untuk tanaman, atau diwadahi dulu dalam karung, dan disimpan di gudang. Mau dijual juga bisa, karena banyak yang memerlukan.

Kompos lapisan di tengah yang setengah matang warnanya kecoklatan dengan daun-daunnya sudah mudah diremas. Kompos setengah matang ini diproses lanjut di komposter aerob bata terawang. Jadi dengan komposter anaerob ini, saya tidak perlu lagi mencacag atau merajang daun-daun. Selain butuh energi juga sangat berisiko jari tangan kena bendo atau bedog atau parang.

Kemudian lapisan teratas adalah kompos yang belum jadi, warnanya masih hijau kuning. Kompos yang belum jadi ini dimasukkan lagi ke dalam komposter anaerob ditambah dengan sampah-sampah yang lebih baru. Setiap memasukan bahan kompos baru, selalu MOL disiramkan rata, dan terakhir plat beton ditutupkan agar komposter ini berproses lebih lanjut.

Read More..

Thursday, September 11, 2008

MENYULAP LIMBAH JADI BARANG BERHARGA

Pikiran Rakyat, 11-09-2008, Lia Marlia
Foto: Usep Usman Nasrulloh, 2008, Kreasi Daur Ulang Iyom


Iyom Rochaeni, warga Cihampelas Bongkaran RW 15 Kota Bandung punya tangan ajaib yang bisa menyulap sampah plastik menjadi tas eksklusif, keranjang buah, pernak-pernik boneka Barbie, taplak meja, sajadah, serta berbagai barang berguna lainnya.



Iyom Rochaeni, warga Cihampelas Bongkaran RW 15 Kota Bandung punya tangan ajaib yang bisa menyulap sampah plastik menjadi tas eksklusif, keranjang buah, pernak-pernik boneka Barbie, taplak meja, sajadah, serta berbagai barang berguna lainnya.

Di tangan Iyom, berbagai "sampah" kemasan bisa didaur ulang menjadi tas-tas yang menarik. Ada dua rahasia yang dia pegang untuk menjadi seperti itu, yaitu niat baik dan ketekunan.


Semuanya berawal ketika Iyom beserta 25 warga kampungnya mengikuti program "Cikapundung Bersih" pada 2006, yang digelar oleh USAID. Kala itu, perempuan berumur 54 tahun ini masuk ke dalam kelompok peduli sampah dan mendapat begitu banyak informasi tentang bahaya limbah plastik terhadap lingkungan dan masa depan umat manusia.


Sebenarnya Iyom tidak terlalu mengerti bahasan ilmiah tentang limbah plastik. Yang dia tahu, dia diminta untuk melakukan sesuatu dengan sampah plastik. Iyom mulai mengumpulkan limbah plastik seperti kantong plastik atau keresek, kemasan minuman dan makanan instan, kemasan detergen dan pewangi pakaian, serta sedotan. Setelah melihat bentuk dan pola gambar kemasan plastik itu, barulah terpikir oleh ibu tiga putri ini untuk membuatnya menjadi tas belanja.

"Waktu itu saya baru bisa menggunakan kemasan plastik besar seperti bungkus minyak goreng dan pewangi, lalu menjahitnya. Tapi karena saya tinggal di perkampungan, susah mendapat limbah plastik ukuran besar. Soalnya kita biasa beli eceran, kemasan yang kecil-kecil," tuturnya.


Kondisi ini kembali memaksa Iyom untuk memutar otak mencari cara untuk memanfaatkan limbah plastik yang lebih kecil dan tiba-tiba saja dalam kepalanya muncul ide, dianyam.

Iyom lalu mulai mengumpulkan kemasan plastik ukuran kecil, mengelompokkannya, dan mencucinya. Setelah dilap satu per satu, kemasan plastik itu dipotong sesuai dengan corak yang akan ditonjolkan. Pekerjaan ini dilanjutkan dengan melipatnya menjadi bentuk bujur sangkar dengan ukuran sesuai kebutuhan.

Kotak-kotak kecil inilah yang kemudian Iyom rangkai menggunakan jarum dan benang kasur, menjadi bentuk-bentuk yang terpikir olehnya. Khusus untuk limbah kantong plastik, Iyom punya teknik menganyam yang berbeda.

Harga yang dia pasang untuk setiap barang ciptaannya terbilang mahal, Rp 35.000,00-Rp 100.000,00. Bukan kepicikan atas nama keuntungan yang berada di balik penetapan harga tinggi itu, melainkan alasan yang lebih sederhana dan sangat menyentuh.


"Sengaja harganya dibikin mahal supaya ibu-ibu yang ingin barang yang saya bikin tidak bisa beli dan memilih membuatnya sendiri. Kalau begitu kan sampah plastik yang dimanfaatkan jadi lebih banyak," katanya.

Dari iseng, kegiatan baru istri Emuy Sunardi (64) ini berubah menjadi hobi. Tidak pernah sekalipun dia melewatkan sampah plastik yang tertangkap matanya. Sampai-sampai sang anak mengeluhkan rumah mereka yang kini seperti tempat sampah. Di mana-mana terdapat gantungan tas plastik berisi limbah plastik yang siap disulapnya menjadi bentuk baru. Bahkan, cucunya yang duduk di bangku SD kini terbiasa membawa pulang setiap sampah plastik yang ditemukannya di jalan.

**

Iyom adalah perajin limbah plastik pertama yang menerapkan teknik menganyam dalam kreasinya. Idenya itu membuat nenek enam cucu ini kebanjiran tawaran sebagai pelatih dalam pelatihan daur ulang di berbagai kota di Indonesia. Kini dia sudah membagi ilmunya ke banyak peserta pelatihan di Tasikmalaya, Ciamis, Subang, Surabaya, hingga Aceh.

Selain itu, namanya pun sudah sangat dikenal di kalangan mahasiswa dan aktivis lingkungan. Pada beberapa kesempatan, sekelompok mahasiswa datang ke rumahnya hanya untuk belajar menganyam limbah plastik menjadi tas atau keranjang.

Tidak jarang pula rombongan turis asing mengunjungi kediamannya dan membawa pulang beberapa hasil kreasi Iyom sebagai oleh-oleh. Iyom juga beberapa kali diundang untuk memajang karya-karyanya di pameran yang digelar ITB dan Itenas.

Begitulah Iyom. Tidak pernah pelit berbagi ilmu kepada siapa pun yang mau berguru. Suatu saat cucunya datang bersama beberapa temannya sambil membawa limbah plastik. Mereka lalu minta diajarkan membuat tempat pensil dari limbah tersebut. Walau tidak punya pengalaman membuat benda itu sebelumnya, Iyom dengan sabar membimbing anak-anak itu.
Menurut Iyom, tawa dan ucapan terima kasih mereka sudah cukup membuatnya puas.

Atas keputusannya untuk menyelamatkan lingkungan, Iyom dianugerahi penghargaan dari Wali Kota Bandung, Juli lalu. Akan tetapi penghargaan itu hanya berupa piagam. Jauh dari perhatian yang diharapkan Iyom dari Pemerintah Kota Bandung.


"Saya ingin punya sanggar sendiri supaya dapat dengan leluasa melatih lebih banyak orang lagi untuk mengelola limbah plastik. Lebih banyak orang kan berarti lebih banyak limbah yang termanfaatkan," katanya, tanpa peduli tentang hak cipta yang seharusnya dia miliki atas ide dan hasil karyanya itu. (Lia Marlia)***

Read More..

Tuesday, September 9, 2008

KOMPOS DAN KEGIATAN IBU-IBU

SOBIRIN SUPARDIYONO DEKAT DENGAN IBU-IBU
Pikiran Rakyat Bandung, 09-09-2008, Apa dan Siapa, Lia Marlia
Gambar: Free Cartoon/ Sobirin
Sejak aktif mengampanyekan composting limbah rumah tangga, Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiyono sering diundang sebagai pembicara oleh banyak organisasi wanita.



Sayangnya, tidak sedikit di antara mereka yang salah persepsi tentang keahlian Sobirin. "Saya kan ahli composting, tapi sering diminta untuk mengajarkan cara daur ulang limbah kertas dan plastik juga," katanya bingung. Akibatnya, mau tidak mau Sobirin mempelajari teknik daur ulang limbah kertas dan plastik, baik lewat buku maupun berguru langsung pada sang ahli.

Kini, dia juga sudah terbiasa membawa begitu banyak barang hasil daur ulang, sebagai sampel untuk para peserta pelatihan. Sebut saja tas dari limbah plastik serta berbagai pernak-pernik rumah hasil daur ulang limbah kertas.


Sampai sekarang Sobirin mengaku masih suka tersenyum geli setiap melihat susunan acara di mana dia hadir sebagai salah seorang pembicara. Pasalnya, aktivis lingkungan ini harus memberikan pelatihan tentang kompos dan daur ulang di sela-sela demo memasak dan latihan karate para wanita anggota suatu komunitas. "Namanya juga ibu-ibu," ujarnya seraya tersenyum. (Lia Marlia, Wartawan PR)***

Read More..