Wednesday, March 11, 2009

PENDIDIKAN LINGKUNGAN JANGAN SEBATAS TEORI

SEKOLAH HARUS MENJADI TEMPAT YANG NIHIL LIMBAH
Pikiran Rakyat, 11 Maret 2009, A-157/A-165
Foto: WPL 2002, Murid SD pinggir Citarum berpraktek Zerowaste

Pemerhati lingkungan Supardiyono Sobirin mengungkapkan, sekolah sebagai institusi memiliki potensi besar untuk memulai penerapan prinsip-prinsip cinta lingkungan. Salah satu penerapan yang dia sarankan adalah merintis sekolah sebagai tempat nihil limbah (zero waste).




BANDUNG, (PR).- Pengajaran pendidikan lingkungan hidup (PLH) seyogianya diikuti dengan tindakan nyata warga sekolah mempraktikkan prinsip pelestarian. Salah satu yang bisa dikedepankan adalah praktik tata kelola sampah. Dengan demikian, pengajaran muatan lokal (mulok) tersebut tidak berhenti sebagai teori.

Pemerhati lingkungan Supardiyono Sobirin mengungkapkan, sekolah sebagai institusi memiliki potensi besar untuk memulai penerapan prinsip-prinsip cinta lingkungan. Salah satu penerapan yang dia sarankan adalah merintis sekolah sebagai tempat nihil limbah (zero waste), yang tidak menghasilkan sampah keluar dari lingkungannya. "Jangan sampai PLH berhenti sebatas teori. Tata kelola sampah di sekolah masing-masing bisa menjadi praktik yang mengena. Pemisahan antara sampah organik dan anorganik dapat dijadikan kegiatan menyenangkan," kata Sobirin di Bandung, Selasa (10/3).


Pengelolaan sampah disarankan sebagai ajang praktik karena sampai saat ini masih menjadi masalah di Kota Bandung. Data PD Kebersihan menunjukkan, produksi sampah Kota Bandung mencapai 7.500 meter kubik per hari. Dari jumlah tersebut, hanya 4.000 meter kubik terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Dari sisa sampah 3.500 meter kubik, baru 25% di antaranya diolah warga menjadi kompos. Sisanya dibiarkan menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), dibakar, dan tidak sedikit yang dibuang ke sungai.


Sekolah juga menjadi penyumbang sampah walaupun belum ada data pasti berapa kontribusinya setiap hari. Namun jika dilihat dari jumlah sekolah Kota Bandung yang mencapai 1.360 sekolah, dengan perincian tingkat SD/MI sekitar 800, SMP/MTs. 290, dan SMA/MA/SMK 270, jumlah sampah yang dihasilkan tidak sedikit. Dengan menerapkan pola nihil limbah di sekolah, bisa dipastikan adanya penurunan volume sampah secara signifikan.


Evaluasi


Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji mengatakan, evaluasi terhadap pelaksanaan program mulok PLH dilakukan Juni mendatang, atau tepat dua tahun mulok diajarkan di semua sekolah. "Evaluasi kemungkinan akan dilaksanakan pada Juni mendatang sebab mulok PLH ini baru efektif dalam satu tahun terakhir. Sebelumnya adalah masa transisi pada Juli 2007 sampai Juni 2008," katanya.


Setelah hasil evaluasi didapat, kata Oji, Disdik baru bisa menyimpulkan efektivitas dari mulok ini terutama dilihat dari nilai kualitatif siswa dan institusi. Oleh karena itu, menurut dia, untuk saat ini Disdik belum bisa menjawab sejauh mana efektivitas pelaksanaan mulok PLH di lapangan dan bagaimana kontribusinya terhadap penyelesaian permasalahan lingkungan Kota Bandung.


"Yang jelas selama ini kurikulum PLH kita susun dengan menitikberatkan pada praktik. Sebagian besar diisi oleh kegiatan praktik yang presentasenya mencapai 70%. Namun ada juga di jenjang tertentu yang praktiknya 60%, tergantung dari sekolah dan tenaga pengajarnya," ujarnya.


Oji pun mengakui jika sampai saat ini belum ada pengajar khusus dengan latar belakang PLH sebab sangat sulit mencari guru yang berlatar belakang khusus PLH. "Kepala sekolah yang berperan dalam menentukan siapa yang dianggap mampu mengasuh mulok ini," ucapnya. (A-157/A-165)***

Read More..

Friday, March 6, 2009

AIR DAUR ULANG UNTUK MENGAIRI TANAMAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 7 Maret 2009
Foto: Sobirin, 2009, Kolam Penjernih Air Limbah untuk Sumber Air
Oleh: Sobirin


Saya mencoba bervariasi merekayasa fungsi kolam penjernih air limbah yang saya buat tempo lalu. Rekayasa terakhir, sambil ‘menjernihkan’ air limbah cucian piring, air kolam saya manfaatkan untuk tanaman dalam pot. Pot-nya dari tanah, tanamannya bermacam-macam.





Pot dari tanah diisi dengan kompos halus dicampur dengan tanah, perbandingan kompos dan tanahnya 3 : 1. Mengapa pot dari tanah? Supaya mudah menyerap air. Pot tanah memiliki pori-pori jauh lebih baik dibanding dengan pot dari plastik.

Tanaman yang saya coba adalah genjer, padi, bawang merah, eceng gondok, ada juga bambu air. Pot-pot ditaruh ke dalam kolam penjernih. Pot tidak ditenggelamkan semua, masih ada bagian atas yang tidak terendam air.

Sesekali tanaman diberi MOL encer.
Ternyata tanaman tumbuh subur. Ini barangkali “semacam” hidrofonik, sebab air selalu ada, walaupun tanaman ditanam dalam pot dengan media tanah dan kompos. Air dari kolam penjernih akan merembas kedalam pot melalui pori-pori pot. Lumayan tidak perlu menyiram, terutama di musim kemarau.

Dari kolam nomor terakhir, sebenarnya masih bisa dibuatkan kolam-kolam kecil yang lain, untuk maksud merendam pot tanaman. Kalau lahan kita cukup luas, kolam-kolam ini bisa dibuat banyak untuk menampung air cucian yang mengalir melalui kolam-kolam sebelumnya. Jadi air cucian ledeng akan lebih bermanfaat lagi, terutama di musim kemarau.

Read More..

Thursday, March 5, 2009

KUNJUNGAN PEMERHATI LINGKUNGAN DARI JERMAN

Surabaya, dalam perjalanan, Hotel Singgasana, 5 Maret 2009
Foto: Sobirin, 2008, Ingrid dari Jerman berkunjung ke Alfa 92

Oleh: Sobirin

Tanggal 20 Februari 2009, seorang pemerhati lingkungan dari Jerman, namanya Ingrid, datang ke rumah Jl. Alfa 92 Bandung. Maksudnya, selain melihat konsep zerowaste, juga ingin mendiskusikan kemungkinan membangun ‘Pusat Lingkungan’ di Kota Bandung.





Idenya cukup cemerlang. Ingrid mencoba menghubungi para pemerhati dan pencinta lingkungan di Kota Bandung. Apabila banyak yang mendukung, lalu akan dilanjutkan mendatangi Pemerintah Daerah. Menyampaikan maksud dan tujuan, dan minta dukungan fasilitas, antara lain sebidang lahan untuk mendirikan bangunan ‘Pusat Lingkungan’.

Ingrid memang idealis. Walaupun banyak pengalaman membuktikan bahwa pemerintah tidak dengan mudah bersedia memberi fasilitas begitu saja, namun Ingrid akan mencoba menemui pihak pemerintah untuk memperoleh fasilitas lahan dan sebagainya, bila ide ini telah banyak didukung oleh banyak pemerhati dan pencinta lingkungan. Semoga ide Ingrid yang ingin membangun ‘Pusat Lingkungan’ di Kota Bandung dapat terlaksana.

Setelah berdiskusi, Ingrid melihat ke sekeliling rumah, melihat komposter aerob, anaerob, cara membuat MOL dan sebagainya. Rupanya di rumahnya, di dekat Lembang, Ingrid juga membuat komposter dengan cara-cara mirip seperti yang ada di Jl. Alfa 92 Bandung.

Read More..