Saturday, September 22, 2007

KANGKUNG DIPANEN TAMBAH SUBUR

Bandung, Jl. Alfa No. 92 Cigadung II, 23 September 2007
Foto: Sobirin 2007, Kangkung Organik Super

Oleh: Sobirin
Kangkung yang saya tanam dalam pot setengah drum terus semakin subur. Hampir tiap minggu dipanen, cukup untuk sayur tumis sekeluarga. Sehabis dipanen, tanah digaruk-garuk, di-kompos, disiram MOL (mikro organisme lokal) buatan sendiri yang telah diencerkan.


Dalam tempo beberapa hari, daun-daun muda kangkung muncul, warnanya hijau segar. Tiap hari disiram air, tiap 3 hari disiram MOL encer. Ukuran daun-daun kangkung ini lebih besar dan keberadaannya lebih segar dibanding dengan kangkung yang biasa dibeli di pasar atau tukang sayur. Lihatlah ukuran kangkung yang saya tanam dibandingkan dengan uang logam recehan. Jadinya saya sebut saja kangkung saya ini "kangkung organik super". Memang pilihan benih awalnya juga bagus. Saya memperoleh benih ini dari Bapak Sajiboen, "inohong" Cirebon, yang juga senang pada tanaman-tanaman organik.

Menjadi petani rumahan sebenarnya tidak sulit. Juga membuat kompos serta MOL sendiri juga sangat mudah, murah tapi hasilnya meriah. Bahkan rumah kita tidak membuang sampah ke luar rumah, semua diproses dan hasilnya "zero waste". Yang diperlukan adalah ketekunan. Begitu kita sibuk dengan kegiatan lain, dan melupakan kegiatan perkomposan serta tanaman-tanaman kita, maka hasilnya tidak ada.

Bila kesibukan kita di luar sangat banyak, tetapi ingin juga memiliki perkomposan rumah tangga, pertanian rumah tangga, dan rumah tanpa sampah, maka perlu ada asisten yang membantu kita. Bisa saudara, bisa pembantu rumah tangga, tapi harus tetap kita kontrol.

Read More..

Saturday, September 15, 2007

MENDAPAT UANG DARI KERTAS BEKAS

Bandung, Jl. Alfa No. 92 Cigadung II, 15 September 2007
Foto: Sobirin 2007, Kertas Daur Ulang Buatan Saya

Oleh: SOBIRIN
Bagi mereka orang-orang golongan kaya mungkin menganggap remeh kertas bekas, koran bekas, kardus bekas. Di jaman modern ini, setiap keluarga terutama dari kelas golongan berada, rata-rata membuang kertas bekas antara 0,25 kg hingga 0,50 kg per hari.




Bermacam jenis kertas yang dibuang, termasuk koran bekas, majalah bekas, kardus bungkus makanan, dan lain-lain. Malah-malah banyak keluarga yang membakar kertas-kertas bekasnya.


Kalau kita cermati pula, ternyata kantor-kantor, terutama kantor pemerintah, banyak sekali membuang kertas-kertas bekas tulis-tulis, bekas print komputer, surat-surat tidak terpakai. Rata-rata dari jenis kertas HVS. Saya melihat bahwa kantor-kantor pemerintah masih sangat boros kertas.


Padahal kertas-kertas ini masih ada harganya, bahkan sangat menolong masyarakat kurang mampu tetapi ulet. Para pengumpul kertas ini mencari kertas-kertas bekas yang gratis, syukur-syukur bila ada keluarga mampu yang beramal menyumbangkan koran-koran bekasnya untuk mereka.

Namun demikian, para pengumpul inipun bersedia membeli kertas bekas dari keluarga mampu tapi masih tetap ingin duwit.
Harga beli oleh pengumpul cukup lumayan untuk kertas bekas yang kualitasnya masih bagus, kertas koran Rp. 750,-/kg, kardus Rp. 600,-/kg, yang mahal yaitu kertas HVS mencapai Rp 1.000,-/kg. Pengumpul ini menjual lagi kepada bandar dengan mengambil untung rata-rata Rp 250,-/kg.

Bila seorang pengumpul menggunakan gerobak dorong dan secara ulet mampu mengumpulkan kertas 100 kg, maka dalam sehari mendapat penghasilan Rp 25.000,-, sebulan Rp 750.000,-, setara dengan UMR, upah minimum regional. Kalau bandar-bandar besar kertas bekas ini sudah mempunyai pasar tetap ke pabrik-pabrik kertas baik di Surabaya,Tangerang, dan lain-lainnya. Harganya cukup menggiurkan, buktinya usaha mereka terus hidup.


Andaikan kita tidak bermaksud menjualnya, dan ingin memproses menjadi kertas daur ulang, alangkah baiknya! Cara membuat kertas daur ulang, sudah banyak yang bisa. Kertas dihancurkan menjadi bubur kertas, dicetak dengan saringan sablon, dan jadilah.

Di internet bisa dicari cara-cara membuat kertas daur ulang, misalnya dapat dipelajari di situs web: www.idepfoundation.org yang menjelaskan secara detail. Saya-pun mengikuti penjelasan dari situs web ini, tidak sulit.


Kreativitas yang terus digali, dapat menghasilkan kreasi-kreasi yang meningkatkan nilai tambah dari kertas bekas dan meningkatkan pendapatan. Bisa dibuat menjadi kap lampu, cover album, softboard, dan lain-lainnya. Warna-warni juga dibuat dari bahan-bahan alami, misal kuning dari kunyit, merah dari daun jati, hijau dari daun pandan, dan lain-lainnya. Ditambah lagi, rumah kita tetap “zero waste”, tidak menghasilkan sampah. Sekali lagi kepada yang ingin mencoba, mampir di www.idepfoundation.org selamat mencoba.

Read More..

Saturday, September 8, 2007

STARTER KOMPOS MIKRO ORGANIK GRATISAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92 Cigadung II, 8 September 2007
Foto: Sobirin 2007, MOL Gratisan dari Bonggol Pisang, dll.


Oleh: Sobirin
Sampai sekarang masih banyak yang menanyakan kepada saya tentang cara-cara membuat kompos, terutama starter mikro organik-nya.



Di toko memang banyak di jual mikro organik dalam kemasan misalnya EM4 dan lain sejenisnya. Saya memang tidak senang membeli sebangsa EM4 dan lain-lainnya, karena tidak punya uang berlebih. Saya mencoba membuat mikro organik sendiri. Banyak yang mencemooh, mengetawai, terutama para ahli mikro organik dari jurusan bologi dan pertanian.

“Anda memang bisa membuat mikro organik, tetapi tidak tahu jenis apa yang anda hasilkan. Bagaimana kalau yang anda hasilkan berupa mikro organik penyakit atau yang malah membunuh tanaman?”, kata mereka.

Saya tidak peduli, karena konsep saya adalah tidak mau keluar uang dan bahan-bahan untuk membuat mikro organik harus dari bahan-bahan sampah dari rumah saya.

Saya memang fanatik membuat mikro organik dari sampah organik rumah tangga yang saya masukkan dalam tong plastik, diberi air secukupnya, dibiarkan selama 1 minggu, maka mikro organik telah tumbuh. Apa isinya? Saya tidak tahu jenisnya, bakteri apa, cendawan apa. Tetapi setelah disemprotkan ke bahan-bahan kompos, maka kompospun cukup berhasil dalam tempo 3 minggu.

Mikro organik gratisan ini di kalangan rakyat dan penghobby kompos dinamai MOL, singakatan dari Mikro Organisme Lokal. Kata “lokal” karena dibuat sendiri secara gratisan.

Di kalangan penghobby kompos organik, telah banyak “trial and error” dalam membuat starter MOL gratisan ini. Sebagai contoh antara lain:

MOL rebung: dibuat dari rebung (tunas bambu) yang di hancurkan, kemudian dicampur air kelapa. Dibiarkan dalam wadah plastik selama 1 minggu.

MOL bonggol pisang: dibuat dari bonggol pisang yang ditumbuk, kemudian dicampur air kelapa. Dibiarkan dalam wadah plastik selama 1 minggu.

MOL keong: dibuat keong atau bekicot yang di hancurkan (di”bebek”), kemudian dicampur dengan air kelapa. Dibiarkan dalam wadah plastik selama 1 minggu.

MOL berenuk: dibuat dari berenuk (buah maja). Isi berenuk (daging buahnya) dikerok dan dicampur dengan air kelapa. Dibiarkan selama 1 minggu.

MOL nasi basi: dibuat dari nasi yang tidak termakan. Nasi dikepal-kepal sebesar bola pingpong. Letakkan bola-bola nasi tersebut di doos bekas wadah air kemasan, lalu tutupi dengan dedaunan yang membusuk. Dalam tempo 3 hari akan tumbuh jamur2 berwarna kuning, jingga, merah. Ambil bola-bola nasi yang telah ditumbuhi jamur, masukkan dalam wadah plastik, lalu dicampur dengan air gula pasir secukupnya. Biarkan sampai 1 minggu, maka cairan berbau seperti tapai (peuyeum), dan bisa dipakai sebagai starter untuk membuat kompos.

Demikian yang saya ketahui. Namun saya tetap fanatik dengan MOL sampah dapur, sebab saya menganut faham “sampah rumah tidak dibuang keluar rumah”. Diproses sendiri, jadi MOL, kompos, kertas daur ulang, plastik daur ulang, dan lain-lainya.

Read More..