Friday, December 30, 2011

BANYAK CARA MEMBUAT MOL

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 31 Desember 2011
Foto: Sobirin, 2011, MOL Buatan Sendiri

Oleh: Sobirin

Cara membuat MOL (Mikro Organisme Lokal) bermacam-macam, dan terus dikembangkan oleh para penghobi kompos dan tanaman. Nama “Lokal” dimaksudkan sebagai “tanda” buatan sendiri. Berikut saya kutipkan konsep yang dilakukan oleh pak Mudo Hargiyono dan Tim PKM Sekolah Hayati.





Bahan utama MOL terdiri 3 komponen:
1. Karbohdrat: Air cucian beras, nasi bekas, singkong, kentang, dan sejenisnya

2. Glukosa: air gula, air kelapa, dan sejenisnya

3. Sumber bakteri: buah-buahan, air kencing, kotoran hewan, dan sejenisnya


Contoh MOL dan aplikasinya:
1. MOL buah-buahan untuk membantu malai padi agar berisi

2. MOL daun cebreng untuk penyubur daun tanaman

3. MOL bonggol pisang untuk pengurai saat pembuatan kompos

4. MOL sayuran untuk merangsang tumbuhnya malai padi

5. MOL rebung bambu untuk merangsang pertumbuhan tanaman

6. MOL limbah dapur untuk memperbaiki struktur fisik, biologi, dan kimia tanah
7. MOL protein untuk nutrisi tambahan pada tanaman

8. MOL nimba dan sarawung untuk mencegah penyakit tanaman.


Silahkan mencobanya, dan lebih bagus lagi bila ada yang berminat mengujinya di laboratorium. Mohon bagi-bagi pengalamannya.

Read More..

Sunday, November 27, 2011

KEBUN-KEBUNAN KECIL URBAN FARMING

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 28 November 2011
Foto: Sobirin, 2011, Padi Pot

Oleh: Sobirin

Musim hujan tiba, berarti musim baik untuk bertani, juga bertani di halaman rumah. Saya menanam banyak tanaman dalam pot, dan juga ada yang langsung ditanah, di antaranya tanaman padi, cabe, jagung, dan lain-lain. Pada tanaman padi pot, saya tambahkan infus MoL cair, ingin tahu hasilnya seperti apa.




Di samping padi dalam pot, saya menanam tanaman langsung di tanah. Saya coba membuat “kebun-kebunan” kecil, ukuran 2 meter x 1,5 meter, dipagari dengan bambu, agar kelihatan rapih. Selain kelihatan rapih, juga untuk menjaga agar tanaman tidak dimakan oleh kelinci-kelinci saya yang kadang-kadang dilepas keluar kandang.

Cara membuat “kebun-kebunan” ini perlu menggali terlebih dahulu tanah tersebut, dicangkul sampai kedalaman 0,5 meter. Tanah dan kerikil yang ada diganti dengan tanah kebun dicampur kompos dengan ukuran campuran 1:1.

Dibiarkan dulu dalam waktu 1 minggu, agar kepadatannya menjadi alami. Bila tanahnya “ambles”, ditambahkan lagi di atasnya dengan tanah dan kompos lagi, agar rata, diaduk sehingga tercapai kepadatan seperti alami, dan dibuat “lembab” dengan disiram air secukupnya.


Kemudian setelah satu minggu, benih-benih tanaman di taburkan, ada cabai, terong, jagung, bunga matahari. Beberapa bibit padi dari penyemaian dipindahkan dan ditanam di “kebun-kebunan” ini.
Sekarang “kebun-kebunan” ini baru 3 mingguan, kita lihat hasilnya nanti, semoga kegiatan “urban farming” ini sukses.

Read More..

Tuesday, October 4, 2011

CABAI LIAR TUMBUH DI DINDING SELOKAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 05 Oktober 2011
Foto: Sobirin, 2011, Cabai Liar di Selokan

Oleh: Sobirin

Suatu saat saya pergi ke Semarang, tinggal di mess kantor Pengairan. Di belakang mess terdapat selokan untuk mengalirkan air cucian yang terus ke luar ke selokan yang lebih besar. Rupanya dinding selokan mes
s ini berlubang, sebesar genggaman tangan, dan ditumbuhi tanaman cabai liar yang subur menghijau.





Tidak tahu asal usul benih cabe sampai bisa masuk lubang dinding selokan. Rupanya benih tumbuh dengan baik. Air cucian rumah tangga mess yang mengalir melalui selokan merembas mengenai akar tanaman cabai liar dan secara tidak sengaja nutrisinya cocok untuk pertumbuhan cabai ini. Mungkin sekali banyak mikro organisme lokal (MoL) yang hidup di tempat ini.

Tanaman cabe liar di dinding selokan ini sangat subur, daunnya menghijau sehat, beberapa cabai telah berw
arna merah siap dipanen.

Bagus juga dipikirkan, selokan-selokan di sekitar ruma
h yang airnya mengalir konstan, supaya dindingnya sedikit dilubangi dipakai untuk tanaman semacam cabai ini. Tentunya jangan sampai merusak selokan dan tidak mengganggu aliran airnya.

Sekedar pemikiran, karena melihat cabai liar yang ada di mess Semarang sungguh menawan hati.

Read More..

PANEN SELADA BOKOR ORGANIK DALAM POT

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 05 Oktober 2011
Foto: Sobirin, 2011, Panen Selada Bokor

Oleh: Sobirin

Selada bokor yang ditanam dalam pot sudah bisa dipanen ketika tanaman berumur 2 bulan. Media tanam yang saya gunakan berupa tanah pekarangan dicampur kompos buatan sendiri, perbandingan 1:1. Awalnya benih selada bokor disemai dulu di tempat penyemaian, setelah setinggi 5 cm dipindahkan dalam pot.



Pot di letakkan di tempat yang aga rindang, dengan pencahayaan matahari tidak terlalu menyengat. Penyiraman dilakukan setiap sore hari, dicampur dengan MoL encer sekali.

Pemeliharaan cukup mudah. Tanah setiap saat diaduk pelan-pelan (didangir), hati-hati jangan sampai mengenai akar tanaman. Bila tumbuh rumput atau tanaman liar di pot, langsung saja dicabut. Tanah yang telah tercampur kompos sangat baik untuk pertumbuhan selada bokor.

Selada bokor organik tumbuh segar, hijau muda, baik untuk bahan membuat gado-gado.

Read More..

Saturday, September 10, 2011

RAHASIA LENGKAP MEMBUAT KOMPOS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 11 September 2011
Foto: Sobirin, 2011, Tayangan Proses Ber-3R

Oleh: Sobirin

Saya sering memberikan ceramah tentang pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos. Tayangan “power-point” cukup membantu menjelaskan cara-cara sederhana memproses sampah menjadi kompos, juga sampah anorganik menjadi barang-barang yang kembali berguna. Berikut ini gambar-gambarnya: klik.





Bagaimanapun juga, kalau hanya mendengar atau membaca, tanpa mempraktekannya langsung, maka tidak ada gunanya. Ketika panen kompos, ketika panen tanaman organik di halaman sendiri, maka ada semacam kebahagiaan, karena selain rumah menjadi bersih, semua sampah diproses, hasilnya pun bisa dinikmati. Silahkan klik.

Read More..

Thursday, September 1, 2011

TAMAN SISA-SISA TANAMAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 2 September 2011
Foto: Sobirin, 2011, Taman Sisa-Sisa Tanaman

Oleh: Sobirin

Banyak sisa-sisa tanaman yang terkadang tidak kita perhatikan. Terserak di sudut-sudut rumah. Di buang sayang, kasihan. Tidak dirapihkan, kurang enak dilihat. Sewaktu libur lebaran, ada waktu untuk beberes. Tanaman dibenahi, disusun rapih di tempat yang sejuk, maka jadilah taman yang enak dilihat.





Sebenarnya tanaman apa pun, asal pemeliharaannya seksama dan penempatannya rapih, sesuai selera estetika kita, maka akan menjadi pemandangan yang indah menarik. Tentu saja perlu waktu luang untuk memelihara tanaman-tanaman ini, sebab terlena sehari saja, lupa tidak disiram, maka tanaman bisa layu mengering.

Mengingat tanaman-tanaman ini umumnya tanaman “lunak”, cara menyiramnya pun tidak boleh disemprot langsung, harus seperti siraman air hujan yang lembut. Media tanahnya juga harus di aduk dengan hati-hati tiap waktu tertentu, tambahkan kompos bila kurangm dan siramkan MOL encer pada media tersebut. MOL tidak boleh mengenai batang tanaman langsung.


Kalau ada pembantu, tidak menjadi masalah, sebab ada yang mememelihara tanaman-tanaman ini, kita tinggal mengawasi saja, Tetapi kalau tidak ada pembantu, bagaimana? Harus dijadwal, kita sendiri yang harus turun tangan, kurang dari 1 jam sehari atau dua hari sekali untuk memelihara tanaman-tanaman ini.


Keindahan memang menyenangkan, tetapi perlu upaya untuk mendapatkanya.

Read More..

Sunday, August 21, 2011

INFUS AIR+MOL UNTUK TANAMAN DI MUSIM KEMARAU

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 21 Agustus 2011
Foto: Sobirin, 2011, Infus Air+MOL = Irigasi Tetes

Oleh: Sobirin
Musim kemarau, udara panas, air berkurang, tanaman mengering. Menyiram tanaman menjadi masalah besar, ketika air untuk menyiram juga harus dihemat, b
erbagi dengan kebutuhan lain, juga banyak waktu terbuang. Maka perlu pemikiran, agar tanaman tidak mati. Bagaimana caranya? Dengan cara di-infus!








Idenya sederhana saja, seperti terknologi saudara-saudara kita didaerah kering yang sedikit sekali curah hujannya. Mereka mempunyai teknologi dengan cara meneteskan air yang jumlahnya sedikit. Teknologi ini disebut “irigasi tetes” atau “drip irrigation”. Tetes demi tetes air membasahi media tanah, dan suburlah tanamannya, walaupun di musim kemarau panjang sekalipun.

Saya mencoba membuat sistem irigasi tetes ini dengan cara sederhana. Air dimasukkan dalam botol air kemasan bekas, ditaruh agak lebih tinggi dari posisi tanaman, lalu air dialirkan melalui selang plastik kecil, maka meneteslah air tersebut membasahi tanaman yang saya tanam di pot.
Tetesan air diatur sedemikian rupa dengan memencet slang dengan alat jepitan pemencet.

Untuk kemudahan membuatnya, saya menggunakan selang infus yang biasa dipakai di rumah sakit. Selang infus lengkap dengan jarumnya dapat dibeli di toko alat kedokteran, harganya hanya Rp 9.000 per set. Bila sulit memperolehnya, bisa membuat sendiri secara sederhana, yang penting air bisa menetes membasahi tanaman.


Agar tanaman lebih subur, air dalam botol dicampur dengan MOL (mikro organisme lokal) buatan sendiri. Siapa takut musim kemarau, tanaman tetap subur dengan diinfus. Silahkan mencoba.

Read More..

Saturday, July 30, 2011

JAMBU AIR BERBUAH BANYAK DI MUSIM KEMARAU

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 31 Juli 2011
Foto: Sobirin, 2011, Jambu Air Berbuah Banyak
Oleh: Sobirin
Jambu air di halaman belakang rumah umurnya sudah sekitar 25 tahun, masih terus aktif berbuah. Kalau berbuah, buahnya banyak sekali. Perawatan sederhana saja, disiram MOL (mikro organisme lokal – buatan sendiri) secara teratur. Kali ini berbuah lebat di musim kemarau, lumayan untuk buah penyegar.







Kira-kira 25 tahun lalu, seiring dengan pembangunan rumah saya, saya membeli bibit pohon ini di Lembang, Jawa Barat. Tiap tahun pasti berbuah, dan selalu lebat. Pernah cabang pohon patah, gara-gara keberatan buah dan daun.

Buah sebagian diminta tetangga, silahkan siapa yang mau, boleh ambil. Banyak yang menanyakan bagaimana cara perawatannya sehingga buahnya bisa begitu banyak. Perawatan biasa saja, asal disiram MoL encer di tanah sekelilingnya, bukan di batangnya, dan tidak perlu tiap hari

Suatu ketika datang pedagang buah bermaksud “menebas” (membeli dengan memborong buah yang ada di pohon) buah jambu yang bergelantungan. Saya tanya berapa berani memborong, dan pedagang buah ini menjawab Rp 60.000 untuk 4 karung. Lalu saya katakan silahkan ambil gratis tetapi hanya 1 karung, dan tolong disapu bersih pelataran yang penuh jambu jatuhan.

Read More..

Friday, July 29, 2011

KLUB KEBUN UNPAR (KK-UNPAR) BERTAMU

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 30 Juli 2011
Foto: Sobirin, 2011, Klub Kebun UNPAR

Oleh: Sobirin

Sekelompok mahasiswa dari beberapa jurusan di Universitas Parahyangan Bandung bertamu di rumah saya Jl. Alfa 92. Mereka ingin bertukar pengalaman cara bercocok tanam dalam pot, karena mereka bercita-cita berkebun dalam pot di kampusnya. Berkebun di kampus perlu mengutamakan estetika.





Mahasiswa sebagai generasi muda bangsa yang memiliki semangat lingkungan seperti KK-UNPAR ini perlu mendapat dukungan, agar karyanya dapat ditularkan kepada warga kampung di sekitar kampus. Mengapa estetika perlu untuk kebun kampus? Estetika berarti keindahan. Kombinasi suasana kampus yang sibuk diharapkan dapat dinetralisir dengan suasana kebun sayur dalam pot yang didesain penuh keindahan. Saya menyarankan pot-nya menggunakan pot dari tanah, karena kalau menggunakan polibeg bentuknya kurang estetis.

Konsep pengairannya perlu difikirkan dengan cara irigasi tetes (drip irrigation) buatan sendiri, yaitu dengan botol plastik bekas air kemasan yang diisi air, dipasang terbalik, dengan penyangga bambu. Slang karet dengan pengatur tetes “infus rumah sakit” akan mengatur air menetes ke media tanaman. Tetes air perlu diperhitungkan supaya secukupnya, dan bisa ditinggal oleh mahasiswa saat kuliah atau libur.


Ada “output” dari kegiatan KK-UNPAR ini sebagai nilai tambah, yaitu mahasiswa memiliki kegiatan hobby positif yang pro lingkungan. Kemudian ada “outcome”, yaitu para mahasiswa yang tergabung dalam KK-UNPAR akan saling berkolaborasi dan bersinergi. Selanjutnya ada “benefit”, yaitu lingkungan kampus ada pemandangan yang lain dari pada yang lain, apalagi bila tanaman telah berbuah. Akhirnya ada “impact”, yaitu diharapkan bisa ditularkan kepada pihak lain, terutama warga kampung sekitar. Semoga sukses!

Read More..

Thursday, July 28, 2011

CABAI POT MUDAH DITANAM

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 29 Juli 2011
Foto: Sobirin, 2011, Cabai Pot Alangkah Pedasnya
Oleh: Sobirin
Menanam cabai di dalam pot mudah-mudah sulit. Perlu perawatan yang seksama. Benih disemai dulu di tempat persemaian. Kemudian setelah tumbuh, paling tidak setinggi 5 cm, lalu dipindah dalam pot. Media tanamnya berupa tanah di campur kompos buatan sendiri, perbandingan tanah:kompos = 1:1.





Saya memilih pot dari tanah, ukuran sebaiknya diameter paling tidak 25 cm, tinggi 25 cm, yaitu untuk memberikan keleluasaan pertumbuhan akar.

Media tanah dipilih tanah “hidup”, yaitu tanah segar yang digali dari kebun, atau selokan yang tidak mengandung detergen. Kemudian dicampur dengan kompos, buatan sendiri. Perbandingan tanah dan kompos, kira-kira 1:1. Tanah dan kompos ini diaduk rata, dihaluskan, agar butir-butir yang “mrengkel” atau “membatu” menjadi lembut tercampur rata.

Pilih bibit yang bagus dari hasil semaian. Satu pot berisi satu bibit. Taruh ditempat yang teduh dengan penyinaran matahari cukup, tetapi tidak menyengat. Jaga kelembaban tanah agar tidak kering dan tidak terlalu basah, yaitu disiram dengan MOL (mikro organisme lokal) buatan sendiri.


Dalam 2 – 3 bulan, kita akan melihat hasilnya, lumayan.

Read More..

Thursday, June 23, 2011

KELINCI MENIKMATI KEBEBASAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 24 Juni 2011
Foto: Sobirin, 2011, Kelinci Sedang Menikmati Kebebasan

Oleh: Sobirin

Kelinci yang saya pelihara, awalnya hanya sepasang, jantan dan betina, sekarang sudah menjadi puluhan banyaknya. Kandang yang tadinya berukuran kecil, sekarang ukurannya lebih besar, berbentuk memanjang. Sekali-sekali kelinci-kelinci ini dikeluarkan dari kandang. Menikmati kebebasan.





Memelihara kelinci, dikatakan mudah, memang mudah; tetapi dikatakan susah, juga ada susahnya. Perlu perhatian, antara lain:
pertama, membersihkan kandang dari kotoran

kedua, menampung air kencing kelinci

ketiga, mencari rumput atau sayuran mentah sisa dapur.

Tetapi banyak keuntungannya:
pertama, kelinci menjadi semakin banyak dalam tempo tidak lama
kedua, kotoran dan air kencing kelinci untuk percepatan pembuatan kompos
ketiga, kelinci bisa dijual atau dibagikan kepada saudara.


Sekali-sekali kelinci-kelinci ini dilepas dari kandangnya, rupanya senang sekali, berlompatan kian kemari, sambil makan rumput segar. Tetapi harus hati-hati, kalau semua dilepas, tidak teramati, bisa kabur ke luar rumah.

Read More..

Saturday, May 7, 2011

INVESTASI HIJAU TIGA PULUH MENIT

Media Indonesia dan Bataviase.co.id, http://bataviase.co.id/node/458057
Foto: Komposter Aerob, Sobirin 2010
Kini Sobirin punya tujuh komposter di rumahnya. Di halaman depan terdapat empat lubang komposter anaerob dan satu komposter aerob. Sisanya, dua komposter anaerob ada di halaman belakang. Mulut lubang anaerob sengaja dibeton, agar tidak longsor, namun didalamnya tetap tanah telanjang.






INVESTASI HIJAU TIGA PULUH MENIT
14 Nov 2010, Lingkungan - Media Indonesia

Mereduksi sampah rumah tangga tak membutuhkan waktu sepanjang durasi film di bioskop per hari. Hasilnya, kompos dan bahan kerajinan daur ulang. Sica Harum

Rumah berhalaman luas di kawasan Cigadung, Bandung, Jawa Barat, itu tampak senyap-segar. Beberapa pohon besar memayungi tanah yang berumput itu. Sejumlah pot tanaman diletakkan berjejer, dekat ke beranda. Salah satunya memuat tomat cherry kuning. Di belakang rumah, pot tanaman bertambah banyak. Mulai cabai sampai sosin. Pernah juga, ditanam padi di dalam pot. Hasilnya bagus.

"Semua ini ya pakai kompos sendiri. Komposisi dengan tanah, setengah-setengah," kata Sobirin Supardiyono, pemilik rumah.
Ia mengaku bukan pecinta tanaman. "Ada tanaman itu, ya sebetulnya karena memanfaatkan kompos saja," katanya. Pria berusia 66 tahun itu mulai mengolah sampah rumah tangga sejak Bandung dilanda tsunami sampah pada 2005. "Waktu itu Bandung sampai disebut kota terkotor. Nah, saya pikir kenapa enggak coba mengolah sampah rumah tangga," ujarnya.

Rata-rata keluarga menghasilkan sampah rumah tangga mulai dari 0,5 -2 kilogram per hari. Sebanyak 65% sampah tersebut merupakansampah basah, mulai dari daun kering sampai sisa makanan.
Lantaran itu, Sobirin fokus mengolah sampah organik. "Karena enggak tau ilmunya, setahun pertama saya gagal," ujar mantan Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air Bandung ini.

Kini Sobirin punya tujuh tempat pembuat kompos di rumahnya. Di halaman depan terdapat empat lubang pembuat kompos metode anaerob dan satu komposter metode aerob yang terbuat dari batu bata. Sisanya, dua komposter anaerob ada di halaman belakang. Mulut lubang itu sengaja dibeton, agar tidak longsor. Namun bagian dalam lubang tetap berdindingkan tanah telanjang.


Sobirin melangkah mendekati salah satu lubang lalu meminta asistennya - ia panggil Ndut - membuka tutup lubang yang terbuat dari beton tipis, berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi 60 cm. Terlihat tumpukan sampah daun, hampir mendekati mulut lubang berkedalaman 1 meter itu. "Nah, ada cecunguknya (kecoa). Bagus, bagus," ujar Sobirin, lalu memerintahkan Ndut untuk mengambil cairan MOL (mikro-organisme lokal).
[catatan: cucunguk dan binatang kecil lainnya akan pergi/menghilang/mati oleh proses panas termofilik pengomposan].

Resep manjur

MOL buatan Sobirin disimpan di dalam tong plastik berkapasitas 25 liter, juga diletakkan di halaman depan. Ia membuat MOL sendiri dari campuran 2 kilogram tapai singkong, 1 kilogram gula, dan 5 gelas air kelapa muda yang dilarutkan dalam 25 liter air. "Bisa juga tanpa air kelapa. Tapi lebih bagus menggunakan air kelapa, atau bisa diganti dengan air nira." Cairan itu dibiarkan empat hari. Tutup tong plastik dilubangi kecil-kecil untuk jalur udara. Lalu di atasnya ditutupi lagi agar rapi [dan agar tidak kemasukan air hujan, asal udara tetap mengalir].

Ketika tong itu dibuka, tercium bau khas alkohol.
Ndut tangkas mengambil penyendok besar, menciduk MOL dan menumpahkan ke dalam lubang perlahan. "MOL ini berfungsi menguraikan bahan kompos. Tinggal dicampur saja saat kita mengaduk bahan kompos tiga hari sekali. Hasil-nya, satu bulan saja kompos sudah bisa dipanen.

Tanpa MOL, sampah organik tetap bisa jadi kompos, tapi lama," jelas pria yang kini aktif di Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) ini.
Sobirin mendapat ilmu MOL dari seorang petani di Tasikmalaya, Jawa Barat. Menurutnya, MOL bisa juga dibuat dari sampah sisa makanan. "Campurannya ya jijiklah. Sekarang saya pakai peuyeum (tapai singkong) saja. Saya juga ada urine kelinci, tapi ya baunya menyengat sekali," ujarnya sembari mendekat ke komposter aerob.

Komposter aerob milik Sobirin dibangun dari batu bata yang disemen. Sengaja, celah udara dibuat di dinding komposter setinggi satu meter. Pada bagian bawah, dibuat semacam gua untuk memanen kompos. Di atas, Sobirin menggunakan asbes sebagai penutup.
Saat asbes disingkap Ndut, tak tercium bau busuk, sama halnya dengan komposter anaerob.

Sobirin meminta Ndut menambahkan bahan kompos. "Kalau yang aerob seperti ini, bahan kompos harus dicacah lebih dulu. Makanya saya sebetulnya enggak terlalu suka dengan metode ini (aerob). Kalau yang itu kan langsung dimasukkan saja," kata Sobirin yang asli Magelang, Jawa Tengah, ini seraya menengok ke komposter anaerob.


Tak lama mencacah, Ndut lantas memasukkan irisan daun-daun kering berwarna cokelat, juga daun hijau. Perbandingannya, kira-kira 1:1. Daun yang telah cokelat memiliki unsur karbon dan daun hijau mengandung banyak nitrogen, bagus untuk kompos. Dia juga menambahkan MOL, lalu mengaduk bahan kompos yang baru agar bercampur sempurna dengan tumpukan lama. Seekor cacing terlihat di lapisan bawah, menggeliat [artinya kompos sudah jadi, memungkinkan cacing tanah hidup]. Ndut mengambil saringan, mengayak kompos agar tersisa yang halus saja untuk media tanam.

Zero waste

Berhasil dengan kompos, Sobirin seperti keranjingan menihilkan buangan limbah rumah tangga. Sampah plastik ia cuci bersih sebelum diserahkan kepada pemulung.
Adapun sampah kertas, dihancurkan menjadi bubur dan disimpan di dalam tong plastik. Kelak, bisa dicampur dengan lem putih dan dikeringkan menjadi bahan dasar kerajinan tangan. Sifatnya seperti “clay” (tanah lempung).

Ia bilang, cuma butuh 30 menit sehari untuk memilah sampah. Hasilnya, sampah yang benar-benar menjadi urusan dinas kebersihan kota hanyalah sampah elektronika, misalnya batu baterai bekas. "Waktu yang dibutuhkan enggak lama, milih sampah juga enggak susah. Tapi yang penting, ada satu anggota keluarga yang diserahi tanggung jawab," saran Sobirin.

Bukan cuma sampah yang digarap Sobirin. Begitu juga dengan air hujan. Di halaman belakang rumah Sobirin, toren (water storage) berkapasitas 1.000 liter (1 m3) siap memanen air hujan dari talang, diletakkan tak jauh dari kandang kelinci dan dua lubang komposter anaerob. "Sebetulnya sederhana saja kan, enggak ada yang aneh," kata ahli geologi lingkungan ini.


Pengalaman mengelola sampah sendiri dituliskan Sobirin di blognya, www.clearwaste.blogspot.com yang kini jarang diperbarui lagi. "Sekarang lebih aktif di facebook," ujar kakek lima cucu, yang juga menulis di www.sobirin-xyz.blosgpot.com dan ini. Berkat internet, semakin banyak orang yang terinspirasi. (M-l)miweekend® mediaindonesia.com

Read More..

Saturday, April 30, 2011

MODIFIKASI PENJERNIH AIR LIMBAH CUCIAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 30 April 2011
Foto: Sobirin, 2011, Modifikasi Kolam Penjernih Limbah

Oleh: Sobirin
“Kolam penjernih air limbah” yang selama ini saya pakai, dapat dibaca dalam blog ini. Saya merasa kolam tipe tersebut kurang berhasil. Saya mencoba memodifikasinya. Saya membongkar kolam-kolam penyaring bagian atas, diganti dengan kotak plastik bersusun yang diberi lubang-lubang di bawahnya.




Selama ini memang saya melihat kegagalan dari tipe yang lama. Air limbah cucian yang keluar masih banyak mengandung lemak minyak dan busa deterjen. Tanaman air kurang subur, ikan-ikanpun tidak kuat hidup.

Selama ini saya tidak menggunakan saringan ijuk atau pasir, dan juga tidak menambahkan tawas atau kaporit.


Lalu saya membongkar kolam-kolam penyaring yang ada di bagian atas sistem kolam ini. Kemudian menggantinya dengan kotak boks plastik susun. Kotak ini bisa dibeli di toko kelontong alat-alat rumah tangga, dengan harga Rp 30.000,0. Ukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm, 3 susun, seperti kotak laci kecil.

Bagian bawah tiap kotak diberi lubang-lubang kecil. Kemudian tiap kotak diisi dengan busa dan pasir. Semoga ada perubahan.

Read More..

Sunday, March 27, 2011

KANDANG KELINCI MENEMPEL TEMBOK

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 28 Maret 2011
Foto: Sobirin, 2011, Kandang Kelinci Menempel Tembok

Oleh: Sobirin

Kelinci yang saya pelihara bertambah banyak. Kandang yang lama mulai penuh. Harus membuat kandang baru, tetapi kalau terus membuat kandang baru maka halaman rumah jadi penuh kandang kelinci. Akhirnya diakali dengan membuat kandang yang memanjang yang menempel di dinding tembok.






K
andang ini bentuknya memanjang, ukurannya 40 cm x 40 cm x 400 cm, terbagi menjadi 7 kandang. Benar-benar menempel, dipaku kuat, tanpa penyangga ke tanah. Jadi di bawah kandang kosong, dan diberi plastik untuk tampungan kencing kelinci yang mengalir ke ember.

Tinggi kandang dari atas tanah sekitar 75 cm, supaya mudah dalam membersihkan dan merawatnya.
Masing-masing kandang diberi pintu dengan engsel untuk membuka dan menutup bila memberi rumput makanan kelinci.

Air kencing dan kotoran kelinci sangat berguna sebagai bahan MOL atau pupuk cair.

Read More..

Wednesday, February 2, 2011

PERTANIAN RUMAH TANGGA DIBIKIN RADA BERSENI

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 3 Pebruari 2011
Foto: Sobirin, 2011, Slada Bokor Dalam Pot

Oleh: Sobirin

Setelah berhasil membuat kompos dari sampah rumah tangga yang diproses dengan MOL buatan sendiri, lalu komposnya buat apa? Dijual? Ah tidak! Untuk pertanian rumah tangga saja. Bercocok tanaman bumbu dapur saja. Supaya agak berseni ditanamnya dalam pot tanah, ditaruh di atas tumpukan bata.




P
otnya terbuat dari tanah, dibeli dari tukang pot, katanya buatan Plered Purwakarta. Lalu medianya adalah kompos dan tanah yang dicampur merata, perbandingan kompos:tanah = 1:1.


Jenis tanaman dipilih slada bokor, biar 1 bulan atau 2 bulan sudah bisa dipanen. Benih slada bokor ukurannya kecil-kecil, lebih kecil dari butir-butir wijen. Disemai dulu di tempat persemaian.

Setelah bertunas dan ukurannya sekitar 5 cm, dipindahkan dalam pot.
Ada 5 pot besar dan 5 pot kecil berisi slada bokor tumbuh dengan subur, karena disiram dengan air MOL yang encer sekali. Disiramnya tidak di tanamannya, tetapi di media tanah dan kompos.

Memang kelihatannya nyeni juga, bagaikan “agricu
ltural-art”.

Read More..

Friday, January 28, 2011

TERNAK KELINCI BERANAK-PINAK

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 28 Januari 2011
Foto: Sobirin, 2011, Kelinci Beranak-Pinak
Oleh: Sobirin
Hampir satu tahun blog “clearwaste” tidak diperbarui, salah satu alasannya “sibuk” di “facebook”. Selama satu tahun kelinci yang dulu masih kecil-kecil, sekarang sudah beranak-pinak, jumlahnya menjadi banyak sekali. Kalau dihitung, lebih dari 20 ekor. Warnanya ada yang coklat, belang putih hitam.


K
andangnya terpaksa dibuatkan lagi. Agak repot sedikit, karena harus mencari rumput untuk makanannya. Kelinci-kelinci ini makannya rakus. Setiap diberi rumput, terus saja di makan. Jadi memberi makannya pagi dan sore.
Yang menguntungkan adalah air kencing dan kotorannya, bisa dicampurkan dalam proses pembuatan kompos. Komposnya pun menjadi lebih berkualitas. Banyak yang menyarankan, supaya daging kelinci ini dikonsumsi, menambah protein hewani. Terus terang saya tidak tega.

Read More..