Thursday, February 28, 2008

PADI POT ORGANIK MEMBUAT PENASARAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 28 Februari 2008
Foto: Sobirin, 2008, Padi Dalam Pot Umur 1 Bulan 2 Hari

Oleh: Sobirin
Padi dalam pot sangat menarik perhatian saya, membuat penasaran. Setiap hari tanah saya dangir (dibolak-balik) perlahan agar tidak mengenai akar, lalu tanah disiram MOL peuyeum encer. Pertumbuhan tanggal 28 Februari 2008 sangat berarti, lihat perbandingannya dengan ballpoint. Lihat juga edisi sebelumnya, tanggal 7 dan 23 Februari.



Artikel “Tanam Padi Dalam Pot” dapat dibaca dalam edisi blog ini 7 Februari 2008 yang menguraikan tentang tahapan menanam padi sebutir dalam pot. Lihat pula artikel 23 Februari 2008 yang menguraikan pertumbuhan yang subur dalam umur 1 bulan (kurang 3 hari).

Sekarang lihatlah perkembangan tanggal 28 Februari 2008 dalam umur 1 bulan 2 hari, yang tumbuh semakin kekar, berkat tanah di MOL peuyeum yang telah diencerkan 1 bagian MOL ditambah 15 bagian air. Disiramkan ke tanahnya, bukan ke tanaman padi-nya.


Ada rahasia yang perlu diketahui oleh para pembaca, yaitu sinar matahari. Tanaman termasuk padi ini kecuali senang tanah yang subur campur kompos, kemudian MOL encer, juga perlu sinar matahari untuk berfotosintesa.


Sekarang memang musim hujan, sinar matahari yang hanya sekejap karena awan mendung menutupi, rupanya telah cukup untuk memberi kesempatan anak padi ini berfontosintesa.


Semoga tanaman padi dalam pot ini terus tumbuh, tidak ada ada gangguan apapun.

Read More..

Tuesday, February 26, 2008

TERONG SOLIHIN GP SEBESAR BUAH KELAPA

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 26 Februari 2008
Foto: Kiriman Bapak Solihin GP 2008, Terong disetek ke Takokak

Oleh: Sobirin

Siapa yang tidak kenal Bapak Solihin GP? Beliau mantan Gubernur Jawa Barat, mantan Sesdalobang, beliau juga sahabat saya dalam kompos-mengompos. Foto adalah tanaman organik hasil karya beliau, terong yang disetek ke takokak.



Tanaman terong (solanum melongena) yang biasa dipakai untuk sayur menyayur oleh Bapak Solihin GP dicoba disetek-kan kepada tanaman takokak (solanum khasianum). Di Jawa Barat, takokak biasa dipakai untuk lalab.

Kemudian dirawat secara organik, tanahnya dicampur dengan kompos buatan beliau sendiri, dan selalu disiram dengan MOL juga buatan beliau sendiri.
Dalam blog ini pernah saya tulis tentang beliau dalam artikel “Kompos Solihin GP dan MOL Ikan Asin” edisi 16 Juni 2007.

Beliau memang masih sangat aktif bersosialisasi. Ingin tahu usia beliau sekarang? Usianya 82 tahun! Selain bersosialisasi dengan masyarakat, dirumahnya juga aktif kompos-mengompos dan membuat bermacam-macam MOL.


Hasilnya? Pekarangan rumah beliau menjadi ”agrohome” organik yang sempurna. Tanamannya bermacam-macam. Semuanya organik. Dari terong, padi, kacang panjang, kopi arabika, sampai papaya, dan banyak lagi.


Beliau bangga sekali dengan percobaan terong-nya. Subur dan buahnya segar, besar sekali, sebesar buah kelapa.


Hampir setiap hari Bapak Solihin GP ini mengajak saya berdiskusi tentang konsep pembangunan desa mandiri berbasis kompos dan MOL buatan rakyat sendiri.

Kata beliau: Desa Kuat, maka Negara akan Kuat.

Read More..

Monday, February 25, 2008

HIASAN DARI BUBUR KERTAS

http://myblog-christine-christine.blogspot.com/, 21 Februari 2008
Foto: Christine Budihardjo 2008, Hiasan Daur Ulang Kertas Bekas
Oleh: Christine Budihardjo
Punya koran bekas? Jangan buru-buru dibuang atau diloakkan... bisa jadi hiasan cantik lho.... Bahan utamanya kertas bekas, air dan lem putih (lem kayu), sedangkan bahan pendukungnya cat poster dan vernis. Alat yang diperlukan blender, kain untuk menyaring dan cetakan kue kering.




"Musibah" itu datang pas libur lebaran Oktober 2007 lalu. Gudangku diserang rayap, hancur semua!!! Termasuk hiasan pohon natalku yang lucu-lucu. Sediiiih banget..... apalagi Natal sudah di depan mata.

Menjelang Natal aku muter dari mal ke mal untuk mencari hiasan natal yang bagus dan murah. Hhhh....!! tidak ada yang cocok. Kalo barangnya bagus harganya mahal, kalo harganya murah barangnya jelek (ya pasti to...).

Trus aku berpikir untuk bikin sendiri, tapi... seperti apa ya.... yang unik dan murah meriah....


Pucuk dicinta ulam tiba.... waktu jalan-jalan di Gramedia, aku liat buku berjudul Kreasi Cantik dari Bubur Kertas karangan Elvira Novianti Nurwarjani. Covernya menarik, banyak lembar berwarnanya, ada foto step-by stepnya, bahasanya mudah dimengerti dan yang penting bahannya ada di sekitar kita.


Bahan utamanya adalah kertas bekas, air dan lem putih (lem kayu) sedangkan bahan pendukungnya adalah cat poster dan vernis. Alat yang diperlukan adalah blender, kain untuk menyaring dan cetakan kue kering.

Caranya, kertas disobek-sobek, direndam air 1-3 hari. Setelah itu diblender sampai halus, disaring dan diperas sampai agak kering.

Ampas kertas tadi kemudian dicampur dan diaduk rata dengan lem putih.
Kemudiam dicetak pake cetakan kue kering, kasih gantungan tali emas kemudian dijemur sampai kering.

Setelah kering dicat pake cat poster. Jadilah hiasan pohon natal yang unik, cantik dan murah.

Read More..

KOMPOSTER ANAEROB DI RUMAH NUGROHO ADHI

http://alonrider.wordpress.com, 25 Februari 2008
Foto: Nugroho Adhi 2008, Komposter Anaerob Rumah Nugroho Adhi

Teman saya Nugroho Adhi menyampaikan pengalamannya dalam berkompos anaerob. Untuk tukar pengalaman silahkan baca KOMPOSTER ANAEROB, Oleh: NUGROHO ADHI berikut ini, atau bisa langsung di http://alonrider.wordpress.com



KOMPOSTER ANAEROB
Oleh NUGROHO ADHI

sopogondrong@yahoo.com


Keselamatan diri sendiri tentu akan lebih afdol bila menyertakan keselamatan lingkungan di sekitarnya. Lebih dari setahun lalu, saya berusaha keras membiasakan diri (dan keluarga) memisahkan sampah organik dan organik.

Kebetulan pada akhir 2006 saya bertemu dengan staff Unilever yang menangani persoalan lingkungan, di kantornya, Gatot Subroto, Jakarta Selatan.


Dari situ saya mendapat ilmu pengkomposan melalui komposter aerob dan an-aerob. Komposter aerob ala Unilever Peduli (UPI) saya kurang tertarik, karena proses pembuatannya agak rumit, dan cenderung mahal. Belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan dasarnya lumayan mahal, gak cocok untuk orang kampung seperti saya ini...hehehe..


Saya pilih model komposter anaerob, karena gak terlalu rumit, dan ringan di ongkos. Lagi pula komposter jenis ini PEMAKAN SEGALA sampah organik. Dari nasi basi, roti, bekas sayur, kulit telur (diremuk dulu), sisa ikan, dan lain-lain. Pokoknya sampah organik yang mengandung protein, dan bakal menimbulkan bau busuk dalam proses penguraiannya.


Sebenarnya bisa saja langsung digali di tanah (seperti cara Pak Sobirin yang baru belakangan saya nemu situsnya di http//:clearwaste.blogspot.com. Karena halaman saya kecil, saya pilih pakai tong plastik yang mudah dipindah bila diperlukan. Tong juga praktis, karena ada tutupnya.


Untuk komposter Aerob (sampah organik segar), saya pakai model karung ala Pak Sobirin. Karena murah meriah. Apalagi MOL-nya bikinan sendiri, dari bahan dasar tapai singkong (peuyeum, gula pasir/gula merah, dan air).

Ini cara membuat tong komposter Anaerob :

Pertama: Pipa PVC diameter 1,5 inchi, ukuran 1 meter, dibagi 4 @ 25 cm. Pipa ini fungsinya sebagai "pernafasan" melalui tanah, karena proses kompsonya tak perlu udara (an-aerob). Pipa dibolongin pakai bor atau solder. Lalu salah satu ujungnya ditutup dop. Pipa dibungkus kawat nyamuk (plastik) dan di lem.

Kedua: Tong plastik ukuran sedang (sesuai keinginan). Harganya (di tempat saya, Cibinong) sekitar Rp 30 ribu. badan tong dan pantat (dasar) dilobangi pakai bor ukuran 10. Lebih banyak semakin bagus.


Ketiga: Setelah dirakit, tong ditimbun ditanah. Sebelumnya masukan dulu kerikil secukupnya, diikuti pasir, dan ijuk.


Keempat: Timbun sampai penuh, hanya bagian tutupnya yang nampak. Ratakan dan tanami rumput di sekitarnya. Komposter siap digunakan.


Di rumah saya ada 3 komposter semacam ini, 2 tong ukuran sama, dan 1 tong lebih besar. Dua tong itu sudah penuh dalam waktu setahun, dan sekarang sedang dalam proses kompos. Kenapa penuh? Karena dulu semua sampah organik saya masukan ke tong-tong itu. Lagi pula saya malas mencacahnya kecil-kecil.

Setelah dapat ilmu baru dari Pak Sobirin, kini sampah organiknya saya pilah-pilah lagi. Yang segar saya masukin komposter karung dan MOL, yang sisa makanan saya masukin komposter an-aerob.


Kembali ke komposter anaerob

Tong kecil pertama, pernah saya panen akhir 2007 lalu. Dari awal kira-kira butuh waktu 10 bulanan untuk bisa dipanen. Setelah dipanen, dijemur dulu, agar tidak terlalu basah. Panenan pertama itu belum saya pakai sendiri, tapi saya berikan tetangga yang mau memupuk tanamannya.


Sebelum lupa, bila berniat menggunakan komposter jenis ini, Anda harus siap lahir batin.

Pertama,
ada ratusan belatung di dalamnya selama proses pembusukan. Ukurannya cukup membuat Anda geli. Tapi karena saya sudah berniat dan terbiasa, hal itu bukan hal yang menjijikan lagi. Bahkan ada warga kampung sekitar kompleks yang memintanya untuk dijadikan umpan memancing. Dia bisa cari belatung di tumpukan sampah. Ini belatung saya lebih "bersih", hihihihi....


Kedua, bau? Tentu saja, karena prosesnya khan mirip dengan septic tank rumah kita. Coba kalau septic tank dibuka bagaimana baunya? jangan khawatir baunya masih "normal" kok, tidak sebusuk septic tank. Ya agak-agak mirip comberan gitulah.

Lagi pula membukanya hanya sebentar, ketika Anda memasukkan sampah organik basi ke dalamnya. Habis itu tutup lagi. Beres.
Untuk jenis sampah organik basi, seperti yang saya sebutkan di awal tulisan, komposter jenis ini sangat berguna.

Saya suka jenis ini karena POWERFULL mengolah sampah organik basi yang sangat mengganggu lingkungan sekitar kita bila dibiarkan ngendon di tempat sampah konvensional.
Bagaimana? Tertarik?

NUGROHO ADHI
sopogondrong@yahoo.com
Blog : http://alonrider.wordpress.com

Read More..

KONSULTAN ASING JUGA INGIN BER-ZEROWASTE

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 23 Februari 2008
Foto: Sobirin, 2008, Gerhard Fischer meninjau komposter Jl. Alfa


Oleh: Sobirin

Kompos-mengompos zero waste di rumah saya terdengar juga oleh orang Eropa yang bekerja di Indonesia. Namanya Gerhard Fischer, Direktur PT ENTEC Indonesia, kantor Indonesia di Bandung dan kantor pusat di Switzerland. Gerhard ingin juga ber-zero waste model rumah saya.



PT ENTEC ini bergerak di bidang pembangunan mikro hidro. Mikro hidro adalah teknologi pembangkit listrik mini yang ramah lingkungan. Istilahnya: no forest, no water, no micro hydro.

Rupanya jiwa “environmental friendly” dari Gerhard ini ingin pula kantornya juga ramah lingkungan. Oleh sebab itu Gerhard datang meninjau model-model komposter yang ada di rumah, yaitu aerob dan anaerob, untuk diterapkan di lingkungan kantornya agar zero waste.

Kata Gerhard di rumahnya di Eropa, keluarganya juga membuat komposter yang mirip-mirip komposter aerob bata terawang yang ada di rumah saya.
Bahkan yang di Eropa dibuat dua komposter berjajar "seri", untuk yang setengah matang dipisah dari yang matang siap panen.

Ketika pulang, Gerhard minta contoh MOL peuyeum 1 botol. Juga meminjam prototip mesin pencacah daun, katanya akan dicontoh dan disempurnakan.

Read More..

Saturday, February 23, 2008

KEMAJUAN PADI POT UMUR 1 BULAN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 23 Februari 2008
Foto: Sobirin, 2008, Padi Dalam Pot Umur 1 Bulan

Oleh: Sobirin

Artikel “Tanam Padi Dalam Pot” edisi blog ini 7 Februari 2008 menguraikan tentang tahapan menanam padi sebutir dalam pot. Sekarang tanaman padi tersebut berumur 1 (satu) bulan. Tumbuh subur dengan siraman MOL peuyeum.



Padi yang saya tanam ternyata dari benih padi “biasa”, padi “kampung” yang umur panennya setelah 4 (empat) bulan. Tadinya saya ingin menanam padi benih unggul semacam Sintanur yang bisa dipanen umur 3 (tiga) bulan, ternyata salah ambil benih.

Tidak apa-apa, dengan benih padi “biasa” pun dengan perawatan model padi organik SRI (System of Rice Intensification), tanaman padi tumbuh subur.

Sebagai media berupa tanah campur kompos buatan sendiri, disiram dengan MOL encer. Mol yang saya pakai adalah MOL peuyeum atau MOL tapai.


Kemajuan sebagai berikut:
Tanggal 26 Januari 2008, dari persemaian, tinggi 3 cm, daun 2 (dua) helai.
Tanggal 8 Februari 2008, umur 2 minggu, tinggi 15 cm, daun 4 (empat) helai.
Tanggal 23 Februari 2008, umur 1 bulan, tinggi 48 cm, daun 8 (delapan) helai.


Pada umur 1 bulan ini, tinggi dari permukaan tanah hingga ujung daun mencapai 48 cm, nampak pula calon tunas anakan akan muncul, saya hitung ada 2 atau 3 tunas anakan akan muncul.


Padi dalam pot ember bekas ini saya rawat dengan seksama, tanah dibolak-balik secara perlahan, jangan sampai mengenai akar. Kemudian tiap 3 hari, tanah disiram MOL yang encer sekali. Kalau ada rumput liar, dicabut saja.


Menurut pendapat ahli padi organik SRI, dikatakan padi bukan tanaman air, tetapi suka akan air. Menanam padi yang benar dikatakan sawahnya tidak perlu direndam air. Cukup becek-becek saja.

Silahkan mencoba menanam padi dalam pot, siapa tahu hasilnya mengejutkan, melebihi hasil panenan orang lain.

Read More..

Thursday, February 21, 2008

TINA DI BANJARMASIN INGIN KLUB KOMPOS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 22 Februari 2008
Foto: www.anra.gov.au, Semoga Seledri Tina Seperti Ini

Oleh: Sobirin
Agustina Fitriany dari Banjarmasin berkompos model Takakura. Satu sukses, satunya lagi belum karena ditambah makanan basi. Sekarang Tina menanam seledri dalam pot, dan mengajak membentuk
Klub Kompos. Bagus sekali idenya. Berikut dialog melalui ”shoutbox” dan e-mail.



Assalamu'alaikum bapak….saya Tina dari Banjarmasin….saya lagi coba bikin kompos juga…..Subhannallah, kebaikan-kebaikan ini pasti menular kepada siapa saja.
Selamat mencoba ya, semoga sukses. Kalau ada masalah, tulis saja di "shoutbox" kita.

Wah kayanya makin banyak yang bikin kompos. Pak Sobirin bikin klub saja biar me-nasional dan pahalanya lebih luas...hehe. Jazaakallah khair pak.
Benar juga. Ide yang bagus sekali. Ayo kita rame-rame bikin klub kompos, kita lanjutkan dengan tanam-menanam, lalu kita lombakan. Bapak-bapak, ibu-ibu, adik-adik, Adhi Bogor, Christine Semarang, ASA Sulawesi, Kolor Bolong Jakarta, dan lain-lainnya, mari kita membentuk Klub Kompos. Bisa membentuk Virtual Compost Club lewat internet. Dialog kita ini dimasukkan dalam blog, biar bagi pengalaman dengan yang lain. Segera bikin komposnya ya....semoga sukses.

Alhamdulillah sudah pak...yang pakai keranjang Takakura...saya bikin 2 (dua)....., 1 (satu) yang daun-daun saja (yang ini sukses tapi masih sedikit..., saya kekurangan sampah daun), 1 (satu) nya lagi yang campur sama makanan-makanan basi (yang ini kotak kardusnya jadi hancur, terus saya ganti pakai ember hitam-saya taruh dalam keranjang lagi biar ngga diobrak abrik tikus).
Makanan basi biasanya banyak kandungan air dan bahkan protein. Menimbulkan bau dan ada air lindinya yang merusak kotak kardusnya. Untuk keranjang Takakura sebaiknya tidak berair, tidak basah kuyup, cukup lembab saja. Kalau ada potongan-potongan kulit jeruk, dicampurkan, maka kompos akan beraroma jeruk.

Yang belum saya uji coba adalah hasil kompos saya bisa bikin tanaman saya subur atau tidak...? Saya menanam seledri di pot.....
Bagus sekali, campurkan 2 bagian kompos matang dengan 1 bagian tanah, diaduk. Masukkan dalam pot, dan tanamkan bibit seledri. Siramkan MOL sangat encer di tanah pot, jangan mengenai tanaman. Tiap 3 (tiga) hari sekali tanah ”diaduk” pelan dan tambah MOL encer. Mengaduk tanah jangan kena akar seledri. Rumput liar dicabut. Semoga sukses dan seledri tumbuh seperti di foto.

Yaah..do'akan aja pak berhasil…..Niatan saya: saya bikin kompos sendiri dulu, terus dipakai untuk tanaman saya.... Begitu tanaman saya subur baru saya koar-koar ke tetangga..... Biar ngga omong doang.....
Benar, kita mulai dari diri sendiri membuktikan bahwa membuat kompos itu mudah, produk kompos bermanfaat untuk pertanian rumah tangga, dan rumah kita ”zero waste”.

Semoga ini jadi bola salju kebaikan yang semakin lama semakin menarik banyak orang untuk peduli lingkungan..... Jazaakallah khairan katsir pak...May Allah reward your kindness with something better and much more... Sukses...
Amien, dan semoga Tina sukses selalu.

Read More..

Sunday, February 17, 2008

KETIKA CHRISTINE DARI SEMARANG BERKOMPOS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 17 Februari 2008
Foto: Sobirin, 2008, Peralatan Pengaduk Kompos
Oleh:
Sobirin
Christine seorang ibu rumah tangga dari Semarang mencoba membuat MOL dan kompos dengan membaca blog ini dan juga tanya jawab melalui shout-box dan e-mail. Ternyata bisa dan mudah. Semoga Christine menyebar-luaskan pengalamannya kepada teman-teman. Berikut e-mail tanya jawab Christine dengan saya.





Bpk. Sobirin………

Hallo Christine………

Setelah merasakan asiknya panen kompos perdana dari keranjang takakura, saya jadi lebih bersemangat lagi membuat kompos.

Bagus, semoga terus konsisten.


Setiap hari saya membeli sayur yang tidak laku dari seorang tukang sayur langganan. Jumlahnya tidak banyak, rata-rata 5 ikat sayur per
hari. Kondisi sayur juga tidak menentu, kadang layu, kadang kering tapi kadang juga sudah setengah busuk dan berair.
Sebaiknya dicuci atau dibilas dengan air bersih dulu untuk menghilangkan "telor belatung" bawaan dari tukang sayur. Sayuran yang setengah membusuk dan berair sebaiknya dipisahkan saja. Bisa ditanam langsung ke dalam tanah, biar berproses sendiri secara anaerob menjadi kompos langsung bercampur dengan tanah.


Sayuran tersebut langsung saya potong-potong 3 cm-an, saya campur dedak dan saya masukkan ke komposter takakura.
Dedak bagus, sebagai pengganti bahan coklatan. Tiga hari pertama “normal”, tapi hari berikutnya suhu jadi panas sekali. Hari-hari berikutnya jadi semakin parah, begitu keranjang dibuka wwuuussssh…!!! Asap mengepul dan tercium bau lembab dan busuk, tdk lama kemudian pasukan lalat menyerbu.
Saya juga pernah mengalami seperti Christine. Waktu itu MOL saya mengandung "protein" karena dari MOL sampah dapur. Umumnya MOL sampah dapur berperilaku demikan. Juga terlalu basah. Tambahkan dedak saja lagi. Dedak halus lebih bagus.

Sebagian sisi doos juga mulai basah.

Doos yang saya pakai juga demikian, terutama kalau kandungan airnya "terlalu" banyak. MOL juga memakan doos. Lalu saya pakai keranjang plastik yang berbolong-bolong kecil-kecil. Keranjang plastik untuk cucian. Bolong2nya jangan yg gede2. Langsung, tidak pakai lapisan doos.


Hari berikutnya lagi mulai terlihat “penghuninya” alias belatung; banyak banget!!!
Jijik ya! Ini bisa terjadi karena akibat MOL yang banyak proteinnya. Bisa juga ada sisa-sisa "telor" belatung dari tukang sayur. Pada minggu ke dua, ketika panas, belatung juga mati. Kalau tidak mau ada belatung, tambahkan bahan coklatan atau dedak. Perbandingan bahan hijauan 75% dan coklatan 25%. MOL upayakan tidak ada kandungan bahan protein. MOL tapai saja dicobakan.


Saya sempat mau mundur dan berhenti berkompos tapi “sensasi” panen kompos perdana telah membuat saya terus melanjutkannya. Lalu saya buka lagi Blog Bapak dan saya temukan tulisan “GAGAL MEMBUAT KOMPOS?” yang semakin menguatkan saya untuk terus mencoba.
Jangan putus asa, coba berkreasi terus. Keberhasilan kreasi sendiri akan lebih bersensasi.


Sekarang kompos saya sudah cukup “aman dan terkendali”. Cuma masalah belatung saja yang masih tetap timbul (mungkin karena saya tidak menyortir sayuran).
Sebaiknya bahan sayur yang membusuk dipisah saja. Tanam ditanah begitu saja juga akan jadi kompos anaerob. Dedaunan segar dicuci dulu, baru kemudian dipotong kecil-kecil 3 cm-an. Tambah daun-daun kering coklatan yang juga dipotong kecil-kecil. Selalu diaduk2, tambah MOL yang tidak berprotein, bisa MOL tapai. Jangan basah kuyup, cukup lembab saja. Semoga belatung tidak ada.


Sekarang saya sedang mencoba berkompos dengan cara Bapak, yaitu dengan MOL tapai. Sudah berjalan 10 hari-an; suhu hangat dan kelihatan masih baik-baik saja.

Bagus. MOL tapai tentu tidak menjijikkan.


Saya ada beberapa pertanyaan tentang pembuatan kompos dengan MOL ini:
Apakah hasil akhir kompos juga berbentuk seperti butiran tanah atau tetap seperti potongan-potongan daun? (kompos saya coklat tua tapi bentuknya masih utuh, tidak hancur).
Warnanya kehitaman. Seperti butiran tanah. Kalau ingin lebih halus, bisa diayak.


Kompos saya keluar air coklat kehitaman dan agak berbau asam. Apa wajar?

Ini pasti kebanyakan cairan MOL. Kalau dipersampahan, cairan tadi namanya "air lindi". Ada juga yang memanfaatkan "air lindi" ini untuk MOL juga. Seharusnya tidak sampai keluar cairan ini. MOLnya dikurangi. Aduk selalu, supaya udara atau oksigen ikut berproses.


Kalau saya tidak menyortir sayuran (sayur busuk tetap saya masukkan) apakah bisa tumbuh belatung? Cara mengatasinya bagaimana?

Ya, bisa, ada sisa "telor" belatung dari pasar. Pisahkan yg busuk. Tanam saja yang busuk langsung ke dalam tanah. Biar berproses menjadi kompos secara anaerob dan langsung bercampur dengan tanah.


Kalau keranjang kompos saya letakkan di lantai, apakah bagian bawahnya perlu diganjal untuk sirkulasi udara?

Ya, keranjang di ganjal pakai bata saja, agar ada siskulasi juga dari bawah. Perlu dikontrol, bila menetes cairan lindi, pasti kebanyakan MOL. Jangan lupa bagian atas "kompos yang sedang kita buat" supaya ditutup dengan karung bolong-bolong, untuk mengurangi penguapan.


Apakah kertas koran atau tissue bisa menggantikan daun kering? (beberapa hari ini hujan seharian sehingga tdk ada daun kering).

Jangan, kertas koran mengurai lama dan ada bahan kimia dari huruf-huruf tulisan yang tercetak di koran. Tissue juga jangan. Biasanya tissue digunakan untuk membersihkan sesuatu yang kotor. Baiknya tissue jangan dipakai, disamping itu mengurainya juga lama. Daun coklat tidak perlu yang kering benar. Lembab boleh asal tua berwarna coklat. Bisa diganti dedak halus. Atau "beli" adun tua coklat dari tukang sapu jalanan, sekalian suruh motong2 kecil2. Ada teman yang ”beli” 1 kg daun-daun coklat kering dipotong-potong 1 kg = Rp 80,-. Satu karung 40 kg = Rp 3.000,-. Tapi konsep kita kan tidak “membeli” apapun.


Apakah MOL bisa kadaluarsa? MOL selalu saya ternakkan tapi pemakaiannya belum banyak karena tanaman saya tidak banyak dan pengomposan saya masih dengan takakura.

Tidak kadaluarsa, asal botol tidak tertutup. Tulisi dengan spidol "ini MOL", nanti dikira minuman "extrajos". Kalau berlebihan, encerkan saja dan siramkan ke rerumputan. Sebaiknya Christine mulai ber-hobby tanam-menanam dalam pot, agar kompos dan MOL lebih bernilai tambah.


Itulah sedikit “curhat” dan beberapa pertanyaan saya tentang kompos dengan MOL tape. Saya sangat berharap Pak Sobirin bersedia membantu.

Semoga sukses. Jangan takut melakukan berkreasi "trial and error", catat semua peristiwa yang dialami. Baiknya Christine membuat BLOG yang memuat pengalaman Christine. Sebar-luaskan pengalaman Christine kepada tetangga sekitar dan handai tolan. Sukses selalu! Tulisan e-mail dng Christine ini saya masukkan ke BLOG kita ini.


Terima kasih,

Christine

Terimakasih kembali
,
Sobirin


Catatan: alat pengaduk kompos, lihat foto.

Read More..

Monday, February 11, 2008

1 POT HASILKAN 1 ONS

NOVA, No.1042/XX, 11-17/2-2008, Edwin F.Yusman, Adrianus Adrianto
Foto: Sobirin 2006, Padi Pot Jl. Alfa 92 Bandung, 31 Mei 2006

Untuk kompos, menurut Sobirin, tak perlu beli. Cara membuatnya gampang kok. Sampah organik rumah tangga seperti sayur basi, buah busuk atau sisa makanan bisa dimanfaatkan untuk menjadi kompos dan MOL.



Untuk kompos, menurut Sobirin, tak perlu beli. Cara membuatnya gampang kok. Sampah organik rumah tangga seperti sayur basi, buah busuk atau sisa makanan bisa dimanfaatkan untuk menjadi kompos dan MOL yang punya nilai lebih. Sayangnya, hal itu sangat jarang disadari masyarakat.

Cara membuat kompos adalah aerob dan anaerob. Cara aerob adalah pembuatan kompos menggunakan udara (memerlukan oksigen). Tempat pembuatan kompos dibuat di atas tanah dan disekelilingnya diberi lubang udara. Tempat berukuran 1 meter kubik sudah cukup.


Sementara anaerob adalah pembuatan kompos di bawah tanah dan tidak perlu ditembok. Ukurannya sama dengan cara aerob. Keuntungannya, bahan kompos yang mengandung protein seperti kulit udang, kulit telur bisa dimasukkan.


Ada teknik menghindari bau ketika tempat pembuatan kompos ini dibuka. ”Setiap usai mengisi bahan kompos, di atasnya dilapisi tanah sekitar 5 cm. Cara ini jangan digunakan bila air tanah di sekitar lingkungan kita dangkal.”


Semua jenis sampah organik dimasukkan ke dalam tempat pembuatan kompos. ”Untuk mempercepat pembusukan, bahan kompos disiram dengan cairan MOL,” kata ayah 3 anak dan kakek 4 cucu ini.


MOL adalah kumpulan mikro organisme yang berfungsi sebagai starter pembuatan kompos organik dan dapat dibuat dari beberapa bahan. “Ada yang pakai sampah dapur, nasi bekas, rebung, bekicot, atau tapai singkong.”

Sobirin lebih memilih tapai singkong, karena tidak berbau busuk dan menjijikkan seperti bahan lain. “Caranya, tapai singkong direndam air dan diberi gula secukupnya, 4 hari kemudian atau bila rendaman tapai sudah berbau alkohol berarti sudah bisa digunakan,” beber lulusan Jurusan Geologi Institut Teknologi Bandung ini.


Selain sebagai starter pembuatan kompos, “Agar tanaman semakin subur, MOL yang sebelumnya sudah dicampur air, dengan perbandingan 1MOL:15air, disiramkan setiap tiga hari sekali. Ketika saya panen padi dalam pot pada tahun 2006 yang lalu, 1 pot padi menghasilkan 1 ons atau 100 gram gabah kering panen (GKP).”


Umumnya, jarak tanam SRI ini 30 cm, sehingga dalam 1 meter persegi ada sekitar 10 bibit padi. Berarti 1 hektar sawah berjumlah 100.000 batang padi. Total panen padi 10 ton GKP. Ini bisa menghasilkan sekitar 5 ton beras organik. Lumayan bukan? (EDWIN)

Read More..

Thursday, February 7, 2008

TANAM PADI DALAM POT

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 08 Februari 2008
Foto: Sobirin, 2008, Padi Dalam Pot Umur 2 Minggu

Oleh: Sobirin
Menanam padi dalam pot atau ember bekas telah dicoba oleh banyak orang. Kebanyakan penasaran, bisakah? Tahun 2006 saya melakukannya dengan kompos dan MOL. Hasilnya bagus sekali. Karena banyak yang menanyakan, saya sedang mencoba lagi.




Lihat artikel dalam blog ini ”Rumah Tanpa Sampah”, 16 Mei 2007, ulasan wartawan Kompas Yenti Aprianti tentang rumah saya yang zero waste dan ketika coba-coba tanam padi dalam pot. Hasil padi dalam pot sangat menggembirakan.

Banyak yang menanyakan dan ingin melihat sendiri tanaman padi dalam pot yang saya lakukan. Tanaman lama telah dipanen, maka saya menanam lagi yang baru. Dulu saya menggunakan ”MOL dapur”, sekarang saya mencoba dengan ”MOL peuyeum”. Foto di atas adalah tanaman padi pot saya yang baru, umur 2 minggu, lihat tanggal-tanggalnya.


Padi dalam pot? Padi SRI? System of Rice Intensification model pot? Bagaimana cara yang saya lakukan? Barangkali ada pembaca yang ingin mencobanya. Konsepnya adalah: tanah ditambah kompos ditambah MOL adala
h “bioreaktor”, yaitu tanah yang mandiri memberikan “nutrisi” kepada tanaman. Sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia.

Begini cara
yang saya lakukan:

Pertama, pilih benih padi yang bagus, jenisnya terserah, bisa Sintanur atau apa saja. Cara memilih benih yang bagus secara praktis yaitu dengan memasukan benih kedalam gelas berisi air garam (garamnya secukupnya saja). Benih yang mengapung adalah benih yang kurang baik, sedangkan benih yang tenggelam adalah benih yang baik.


Kedua, rendam dulu benih-benih tersebut dalam air tawar barang 1 (satu) hari, untuk melunakkan kulit biji benih.


Ketiga, cari wadah, bisa besek bambu atau pipiti. Masukan tanah campur kompos (buatan sendiri) ke dalam besek tadi. Tanahnya 1 bagian, komposnya 2 bagian, aduk sampai rata, basahi dengan MOL yang telah diencerkan. MOL-nya 1 bagian, airnya 15 bagian.


Keempat, tebarkan benih-benih yang telah direndam tersebut ke permukaan tanah kompos dalam besek. Biarkan benih-benih ini tumbuh. Hari kedua dan ketiga nampak akar kecambah mulai muncul, warnanya putih. Hari keenam dan ketujuh mulai tumbuh menjadi bibit padi dengan daun 2 lembar kecil-kecil.


Kelima, siapkan ember bekas atau pot ukuran besar. Isikan penuh kedalam pot ini campuran tanah dan kompos, siram dengan MOL seperti langkah ketiga. Cukup becek-becek kering, atau macak-macak. Jangan basah dengan air menggenang.

Keenam, pada hari kedelapan, pilih salah satu bibit terbaik (satu saja!), ambil hati-hati dengan pinset supaya akar-akarnya tidak potong, lalu pindahkan ke pot yang telah kita siapkan. Cara menanam bibit dalam pot ini tidak ditanam “dalam-dalam” ke dalam tanahnya, tetapi cukup ditaruh dipermukaannya saja dengan hati-hati. Sisa bibit yang lain dalam besek bisa ditanam dalam pot-pot lain.


Ketujuh, tiap hari dirawat. Bila ada rumput liar harus dicabut. Tiap 3 hari siram dengan MOL yang telah diencerkan, jangan terlalu becek. Tanah diaduk pelan-pelan agar udara bisa masuk. Hati-hati bila mengaduk tanah, jaga jangan sampai alat aduk mengenai akar padi muda ini.


Kedelapan, dan seterusnya, lakukan perawatan dengan cara yang sama. Bila cara perawatan benar, maka bibit padi yang asalnya hanya satu, telah beranak pinak menjadi sekitar 100 (seratus) batang padi yang masing-masing penuh dengan bulir padi. Dalam waktu 3-4 bulan bulir-bulir padi bisa dipanen (tergantung dari jenis padinya).


Berapa hasilnya? Ketika saya panen padi dalam pot pada tahun 2006 yang lalu, saya coba timbang. Hasilnya dalam 1 pot mencapai 1 ons (tradisional), atau 0,1 kg, atau 100 gram padi kering panen atau gabah kering panen (GKP).


Berapa kalau diekstrapolasi sampai seluas 1 hektar? Jarak tanam padi model SRI ini umumnya 30 cm. Jadi dalam 1 meter persegi kurang lebih sebanyak 10 batang padi yang ditanam satu-satu, bukan serumpun-serumpun. Luas 1 hektar sawah sama dengan 10.000 meter persegi, jadi jumlah padinya sama dengan 100.000 batang. Total panen padi sama dengan 100 gram dikalikan 100.000 batang padi, sama dengan 10.000.000 gram atau 10.000 kg atau 10 ton gabah kering panen (GKP), atau sekitar 7,5 ton gabah kering giling (GKG), atau 5 ton beras organik yang sehat karena tanpa pupuk kimia.

Itu sekedar coba-coba, apalagi bila serius dan oleh ahlinya, dipastikan panennya akan lebih dari 10 ton GKP per hektar. Selamat mencoba dengan kompos dan MOL buatan sendiri.

Read More..

Monday, February 4, 2008

GERAKAN ANTI TAS PLASTIK/ KRESEK

HMTL ITB, 04 Februari 2008
Foto: Sobirin 2003, Sampah Plastik Gasibu Bandung
Oleh: SOBIRIN
Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB menyelenggarakan kampanye anti tas plastik kresek, tanggal 4 hingga 9 Februari 2009. Hari pertama berupa jumpa pers dengan menghadirkan Sobirin (DPKLTS), Dewi Lestari (Novelis), Cinta (Panitia), Chaerul (Dosen Teknik Lingkungan), dengan moderator Christy (Mahasiswa Teknik Lingkungan). Berikut masukan dari Sobirin (DPKLTS).



GERAKAN ANTI TAS PLASTIK

Oleh: SOBIRIN (Anggota DPKLTS dan Bandung Spirit)



ISSUE
Tas Plastik/Kresek Sumber Bencana Lingkungan



KONDISI SAAT INI
Sampah Kota Bandung tiap harinya setara dengan berat 1.000 ekor gajah, lembaran sampah plastiknya bisa menutupi 50 lapangan sepak bola, sampah kertasnya setara dengan bubur pulp dari 500 batang pohon.


Lebih dari 90% warga Kota Bandung tidak peduli terhadap sampahnya. Mengharap diangkut oleh Pemerintah Kota, dibuang sembarangan, ditimbun ke dalam tanah, atau dibakar.

Salah satu jenis sampah adalah tas plastik/kresek yang sukar mengurai, banyak sekali menumpuk di mana-mana, memenuhi alur sungai, dan menyumbat saluran drainase.



ANALISIS

Tas plastik/kresek memang sangat fungsional, merupakan produk massal, mudah didapat, boleh dikata dapat diperoleh tanpa harus membeli. Tas plastik/kresek ini telah menyatu dengan kehidupan sehari-hari tiap orang. Karena sangat mudah mendapatkannya, maka habis dipakai langsung dibuang, menjadi sampah.

Sampah tas plastik/kresek memerlukan waktu yang lama, bisa ratusan tahun, untuk dapat mengurai atau hancur. Sisa-sisa makanan yang menempel di tas plastik/kresek akan membusuk mengundang lalat dan mikro organisme menjadi penyakit. Tumpukan sampah tas plastik/kresek yang menyumbat alur sungai dan saluran drainase akan menyebabkan banjir bila datang musim hujan.


Bila tas plastik/kresek ini dibiarkan terus beredar, maka di masa mendatang dapat berdampak menimbulkan bencana lingkungan yang lebih besar lagi.


ALTERNATIF PENANGANAN

Kita mulai dari diri sendiri dan sekarang juga untuk tidak menggunakan tas plastik/kresek dalam kehidupan sehari-hari.

Melawan arus “membludaknya” tas plastik/kresek ini tidak cukup dengan “mulai dari diri sendiri”, menggunakan tas kain blacu atau kantong kertas. Tidak cukup hanya dengan gerakan moral, tidak cukup dengan seminar dan pasang spanduk. Gerakan anti tas plastik/kresek ini harus merupakan sinergi antara:
Pendidikan ”anti tas plastik/kresek” bagi seluruh warga.

Budaya ”anti tas plastik/kresek” dalam kehidupan sehari-hari
.
Kemauan dan keberanian politik ”anti tas plastik/kresek” dari pihak pemerintah.

Dalam pendidikan ”anti tas plastik/kresek” dapat menggunakan konsep TAIDAC, yaitu:
Trust: bangun kepercayaan bahwa tas plastik/kresek adalah berbahaya

Awareness: gali kesadaran untuk tidak memakai tas plastik/kresek

Interest: uraikan keuntungan bila tidak memakai tas plastik/kresek

Decision: buat kontrak moral untuk tidak memakai tas plastik/kresek
Action: lakukan gerakan anti tas plastik/kresek, lawan sampai sumbernya

Culture: budaya tidak memakai tas plastik/kresek dalam keseharian kita.


Dalam dunia pendidikan, riset dan teknologi, perlu melakukan penelitian untuk menemukan bahan pengganti tas plastik/kresek yang mudah terurai, tidak berbahaya, dan ramah lingkungan.


Dalam budaya ”anti tas plastik/kresek” ini kita dapat menggali kearifan lokal dalam kemas-mengemas dan bungkus-membungkus makanan menggunakan daun-daun alami, menggunakan tas bukan plastik misalnya dari bahan tikar, pandan, dan sejenisnya yang ramah lingkungan.


Dalam dunia politik, kita harus mampu mendorong pemerintah untuk mau dan berani:

Menginstruksikan agar semua bisnis baik di pasar tradisional hingga pasar modern tidak menggunakan tas plastik/kresek, dan yang melanggar didenda berat secara konsekwen.
Menindak siapapun yang membuang sampah (semua jenis sampah termasuk plastik) secara sembarangan ataupun membakarnya.
Belajar dan meniru negara-negara lain yang telah menerapkan gerakan anti tas plastik/kresek, melawan kepada sumbernya, menghentikan industri, produksi dan perdagangan tas plastik/kresek (China, Amerika, Australia dan lain-lainnya).


REKOMENDASI OPERASIONAL
Membentuk organisasi kesemestaan, misalnya “DEWAN ANTI TAS PLASTIK/KRESEK” atau apapun namanya, yang memiliki landasan-landasan organisasi secara normatif, yaitu memiliki:
Aspek (kelembagaan, struktur organisasi, aturan main)
Fungsi (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan)

Unsur (visi, misi, program, modal, ketrampilan, insentif/disinsentif)


Enam sukses gerakan anti tas plastik/kresek:

tanpa visi: tanpa arah,
tanpa misi: tersendat,
tanpa program: hanya membuang tenaga dan waktu,
tanpa modal: frustasi,
tanpa ketrampilan: lambat,
tanpa insentif/disinsentif: ragu-ragu atau setengah-setengah.

Membuat surat resmi kepada pimpinan birokrasi pemerintah dan DPR/DPRD untuk mau dan berani melaksanakan politik anti tas plastik/kresek (mulai saja dari Kota Bandung).


Bila langkah-langkah formal kepada pemerintah tidak berhasil, dan ancaman/ bencana lingkungan akibat sampah tas plastik/kresek semakin meningkat, upayakan untuk melakukan ”class action” demi keselamatan kota kita.



Bandung, 04 Februari 2008
SOBIRIN

sobirindpklts@yahoo.com
www.sobirin-xyz.blogspot.com [sobirin is back to nature]

www.clearwaste.blogspot.com [sampah diolah menjadi berkah]

Read More..