Friday, June 29, 2007

KOMPOS TAMAN KARINDA

Bandung, Jl.Alfa 92, Cigandung, 29 Juni 2007

Foto: Sobirin, 2006, Ibu Djamaludin sedang memproses Kompos
Oleh: Sobirin
Dua kali saya mengunjungi Taman Karinda kepunyaan keluarga Bapak dan Ibu Djamaludin yang juga berhobby membuat kompos sendiri. Bapak Djamaludin ini adalah mantan Menteri Kehutanan era Presiden Soeharto.

Sedangkan Ibu Djamaludin mempunyai nama asli Sri Murniati. Keluarga ini memang keluarga kompos.

Di rumahnya mereka membuat kompos dengan keranjang yang namanya keranjang Takakura (lain kali saya akan khusus bercerita tentang keranjang kompos Takakura ini), sedangkan di pekarangan di luar rumah, mereka membuat kompos dengan model komposter bak (ada yang dari bata ditumpuk, ada yang dari anyaman bambu, juga dari kayu).

Pekarangan tempat membuat kompos ini kira-kira berjarak 200 meter dari rumah mereka. Tanah ini milik pengembang di komplek perumahan mereka. Awalnya pengembang keberatan karena dikhawatirkan akan membuat bau dan mengundang lalat. Tetapi ternyata setelah tata cara membuat komposnya tidak menimbulkan bau, apalagi setelah dibuat taman dengan nama Taman Karinda yang dipenuh tanaman-tanaman menarik, termasuk bunga kana kebanggaan Bapak Djamaludin, maka pengembang menjadi tidak keberatan.

Bahan kompos diambil dari daun-daun yang berserakan di jalan komplek yang dikumpulkan oleh ibu-ibu penyapu jalan. Setiap kilogram daun-daun kering ini dihargai Rp. 80,-. Kemudian daun-daun kering, ditambah dengan daun-daun hijau dicacag dengan bedog, dan dimasukkan dalam komposter dan ditambahkan mikrobakteri.

Menurut Bapak dan Ibu Djamaludin, mikrobakteri ini dibuat oleh temannya dari Kota Malang. Saya tidak tahu bahan-bahan untuk membuat mikrobakteri ini, tetapi saya mencoba membauinya dan baunya agak menyengat asam. Memang mikrobakteri buatan ini banyak varian-nya. Semuanya bisa dicoba sendiri, seperti cara saya membuat MOL sendiri (silahkan baca tulisan saya yang lalu). Bahan kompos yang telah dicacag dan diberi mikroba serta sudah masuk dalam bak komposter, kemudian ditutup dengan bahan seperti karung agar penguapannya tidak banyak. Tiap hari diaduk-aduk dan ditambah mikroba secukupnya, sampai akhirnya tidak sampai 1 bulan kompos bisa dimanfaatkan.

Di tempat pengomposan Bapak dan Ibu Djamaludin ini memang dilengkapi semacam saung (gubuk) agar komposter tidak kehujanan. Bahkan di dekatnya dibuatkan saung yang terbuka kira2 berukuran 4 x 5 meter persegi, untuk duduk-duduk dan diskusi para pengunjung yang ingin belajar memuat kompos. Mau tahu alamat Bapak dan Ibu Djamaludin? Ini dia: Bumi Karang Indah, Lebak Bulus, Jakarta, Telpon Rumah: 021-75909167, HP: 0815 8014375.

Read More..

Saturday, June 16, 2007

KOMPOS SOLIHIN GP DAN MOL IKAN ASIN

Bandung, Jl. Alfa 92 Cigadung, 16 Juni 2007
Foto: Sobirin, 2007, Kompos Solihin GP
Oleh: Sobirin
Bapak Solihin GP, siapa yang tidak mengenalnya? Tokoh nasional yang akrab dipanggil sebagai Mang Ihin, adalah salah seorang pejoang 45 yang memberikan andil dalam memerdekakan Indonesia dari tangan penjajah.

Dalam usia beliau yang sekarang menginjak 81 tahun, beliau telah malang-melintang berjuang menaklukkan pemberontakan antara lain Kartosuwiryo, Kahar Muzakar, dan lain-lainnya. Pengalaman di medan joang sangat banyak, dari Sabang hingga Merauke, bahkan dua kali memimpin misi perdamaian di Congo, Afrika. Pernah menjadi Gubernur Akabri, pernah menjadi Gubernur Jawa Barat, pernah menjadi Sesdalobang.

Di usia yang sangat senja ini, manakala teman-teman seangkatan beliau sudah ingin beristirahat bersama keluarga, beliau masih aktif, dan menamakan dirinya sebagai “Pejoang Lingkungan”.
Beliau sekarang giat di Lembaga Swadaya Masyarakat yang bernama “Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda” atau disingkat DPKLTS. Suku kata Sunda bukan membatasi wilayah Sunda saja, tetapi melingkupi wilayah yang lebih luas lagi, karena hakekat Sunda di sini adalah kearifannya. “Think Local Act Global” begitu kira-kira.

Sebagai pejoang lingkungan, telah banyak yang beliau lakukan, mulai dari penyadaran kepada perambah hutan sehingga mereka mau meninggalkan hutan yang dirambah, penghijauan lahan kritis, pelatihan menanam padi metode "System of Rice Intensification" (SRI), dan bahkan beliau mempraktekkan sendiri bagaimana cara membuat kompos.


Kompos yang dibuat oleh beliau pada hakekatnya sama dengan kompos yang saya buat, dengan bahan-bahan organik, dicampur dengan kotoran kambing. Diaduk menjadi satu ditempat yang sangat sederhana di pekarangan rumahnya Jl. Cisitu Indah VI/1 Bandung, yaitu hanya dibatasi dengan pagar pendek dari bambu, dengan ukuran 2 m x 3 m. Untuk menghindari terik matahari dan air hujan, tempat pengomposan ini dibuatkan gubuk sederhana. Mengapa tempat pengomposannya sederhana sekali? Beliau berkata: "Agar para petani mudah dan tidak ragu-ragu mencontohnya!".

Pekerjanya ada dua orang, yang seorang mencacag atau memotong bahan organik, dan yang seorang lagi sebagai tukang mengaduk-aduk.
Yang berbeda dengan saya adalah mikro organisme lokal (MOL)-nya. Beliau membuat MOL dengan metoda ibu Ires, yaitu seorang pekerja pertanian di Sukabumi.

Resep MOL-nya agak unik, yaitu terdiri dari bahan-bahan: ikan asin 2 ons, terasi 2 ons, dedak 1 kg, semuanya digodok dengan air kelapa 2 liter dan diaduk sampai hancur.
Pindahkan campuran hasil godogan tadi kedalam ember (jolang) dan tambahkan gula pasir 2 ons, kotoran hewan 1 kg, dan air 20 liter. Diaduk-aduk, kemudian dibiarkan selama 9 hari, tetapi setiap 3 hari diaduk-aduk lagi. Bila telah sembilan 9 hari, campuran bahan ini disaring, airnya adalah MOL, sedang ampasnya bisa dicampurkan saja sebagai tambahan bahan kompos yang telah dicacag. MOL telah bisa dipakai dengan syarat diencerkan lagi dengan perbandingan 1 bagian MOL dicampur 10 bagian air.

Semprotkan ke bahan kompos yang telah dicacag. Setiap 3 hari diaduk-aduk, maka dalam tempo kurang dari satu bulan, kompos telah bisa dimanfaatkan. Itulah kompos model Mang Ihin.
Perjoangan melestarikan lingkungan dan sebagai pembina lingkungan didengar pula oleh Pemerintah Pusat, dan akhirnya beliau mendapat Kalpataru yang diberikan langsung Presiden SBY. Wiludjeng Mang Ihin!

Read More..

Saturday, June 9, 2007

SOLIHIN GP MENINJAU KOMPOSTER SAYA

Bandung, Jl. Alfa No. 92 Cigadung II, 9 Juni 2007
Foto: Sobirin, 2006, Solihin GP, Sajiboen, Mubiar di rumah saya.


Oleh: Sobirin

Saya mem-promosi-kan komposter sederhana dari pasangan bata berlubang yang murah meriah ini kepada Bapak Solihin GP dan teman-teman lain di Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS).

Rupanya mereka tertarik juga ingin melihat komposter yang saya ceritakan. Maka rombongan kecil pak Solihin GP datang ke rumah saya, antara lain pak Sajiboen dan pak Mubiar.

Saya perlihatkan bentuk komposter bata yang dipasang dengan semen dan disisakan spasi sehingga berlubang-lubang untuk jalan udara, karena komposter ini model AEROB. Ukuran komposter ini kira-kira 1 m x 1 m x 1 m, dan memerlukan bata kurang lebih 100 buah dengan harga @ Rp 300,-, total biaya termasuk semen dan ongkos tidak lebih dari Rp 100.000,-

Struktur komposter ini berdiri langsung ditanah, bagian bawah tidak disemen, jadi dasar komposter dibiarkan langsung ke tanah. Bahan-bahan kompos masuk dari atas, kalau panen melalui lubang dibagian bawah komposter (untuk jelasnya lihat foto edisi 13 Mei 2007, dengan judul “Menanggulangi Sampah”).

“Bagus”, kata sesepuh Jawa Barat yang akrab dipanggil dengan nama Mang Ihin dan pada tanggal 6 Juni 2007 yang lalu menerima anugerah Kalpataru dari Presiden RI kategori Pembina Lingkungan. “Tapi lebih bagus lagi komposter saya”, lanjut Mang Ihin. Memang beliau juga membuat kompos sendiri di pekarangan rumahnya. Kapan-kapan komposter model Mang Ihin saya ceritakan kepada anda semua.

Read More..

KOMPOS DI KEBON KOSONG

Bandung, Jl. Alfa No. 92 Cigadung II, 9 Juni 2007
Foto: Sobirin, 2006, Membuat Kompos di Kebon Kosong

Oleh: Sobirin

Di belakang rumah saya ada tanah kosong milik orang lain. Kadang oleh Mang Endut, asisten saya, ditanami singkong dan lain-lain tanaman semusim.

Banyak sekali rumput-rumputan dan semak-semak yang tumbuh di tanah kosong ini. Dipikir-pikir, baik juga kalau dicoba membuat kompos ditanah kosong ini, bahan kompos banyak tersedia, starter kompos (MOL) buatan sendiri juga ada.

Wadah untuk pengomposan dibuat dari bambu yang didesain seperti kotak pagar sederhana (lihat foto). Ukuran 100 cm x 60 cm x 60 cm.

Bahan kompos tinggal mengambil dari daun-daunan yang banyak terdapat di tanah kosong ini. Bahan daun hijau (mengandung nitrogen) dan bahan daun kering coklat (mengandung karbon) dengan jumlah masing-masing sama antara yang hijau dan coklat, dicacag dengan ukuran kecil-kecil, bagusnya maksimum 3 cm-an. Masukkan dalam wadah kotak pagar bambu tersebut. Campurkan dengan MOL yang telah diencerkan, asal basah. Lalu tutup dengan karung goni.

Tiap 3 hari sekali diaduk-aduk, tambahkan MOL. Minggu pertama temperature naik, sampai 60 derajat lebih, minggu kedua mulai menurun dan warna telah berubah coklat kehitaman, minggu ketiga mulai mendingin, dan minggu keempat sudah bisa dipanen.

Kompos yang sudah jadi dicampurkan ke tanah yang akan diolah dan akan ditanami tanaman-tanaman semusim, bisa tomat, cabe atau yang lain.

Pembuatan kompos yang baru bisa dimulai lagi dengan cara-cara seperti disebutkan di atas (kotak pagar bambu yang lama masih bisa dipakai).
Sangat mudah, dan memang alam di sekitar kita telah menyediakan apa yang kita inginkan untuk kebaikan. Tanah subur, lingkunganpun menjadi rapih.

Read More..

Wednesday, June 6, 2007

LUBANG KOMPOSTER "ANAEROB"

Bandung, Jl. Alfa 92 Cigadung II, 6 Juni 2007
Foto: Sobirin 2007, Lubang Komposter Anaerob

Oleh: Sobirin

Komposter yang selalu saya ceritakan adalah jenis komposter AEROB, yaitu komposter murah meriah yang berlubang-lubang sehingga memungkinan oksigen masuk dalam proses kompos-mengompos.

Contoh komposter AEROB yang saya buat antara lain dengan pasangan bata spasi lubang (lihat foto blog ini edisi 13 Mei 2007, judul “Menanggulangi sampah”). Membuat kompos dengan karung yang dilubangi kecil-kecil juga termasuk AEROB (lihat foto blog ini edisi 28 Mei 2007, judul “Membuat Kompos Dalam Karung”).

Ada cara lain membuat kompos dengan cara ANAEROB, tertutup rapat dan tidak memerlukan oksigen dari luar. Caranya yaitu dengan membuat lubang dalam tanah, ukurannya 60 cm x 60 cm x 100 cm. Bagian yang diperkuat dengan bata dan semen hanya 10 cm di bagian atas saja, untuk perkuatan agar tidak longsor, dan terlihat lebih estetis. Lubang bagian bawah telanjang tidak disemen atau dibeton. Lubang ini kemudian diisi dengan bahan-bahan organik yang bisa dikomposkan, misalnya potongan rumput, daun-daun yang jatuh dari pohon, sampah organik rumah tangga, sisa sayur kemarin, dll. Semua bahan tersebut sebaiknya dipotong-potong kecil-kecil seukuran 3 cm. Kalau ada “kohe” (kotoran hewan sapi, ayam, atau kambing) lebih bagus. Bahkan pengalaman saya, bangkai binatang semacam tikus, bekicot, atau yang lain, saya masukkan saja ke dalam lubang ANAEROB ini. Bangkai tidak saya potong-potong, karena saya juga merasa jijik! Masukkan saja ke dalam lubang! Kemudian disiram mikro organisme lokal (MOL) buatan sendiri (cara membuatnya lihat blog ini edisi 18 Mei 2007, “Membuat Kompos Murah Meriah dan Sarter-nya).

Setelah bahan kompos selesai semua dimasukkan dalam lubang dan disiram MOL (tentunya pada hari-hari pertama tidak penuh terisi, tidak apa-apa), lalu bagian atasnya dihampari tanah setebal kurang lebih 5 cm, agar bila ada bau-bau menjadi terhambat. Kemudian terakhir, tutup beton ditutupkan di atas lubang ini. Dulu pertama kali saya membuat tutupnya dari papan kayu, ternyata mudah sekali lapuk, mungkin dimakan mikroba yang tercecer.

Begitulah tiap hari bila ada bahan kompos seperti tersebut di atas, tambahkan saja, dan ulangi prosedur seperti yang telah diuraikan. Kalau dalam proses kompos AEROB saya menghindari bahan-bahan berupa daging bekas atau ikan mentah bekas, karena sering menjadi incaran tikus hidup yang mencoba menerobos lubang-lubang komposter, maka dalam proses ANAEROB semua bahan organik apa saja bisa dimanfaatkan, termasuk daging dan ikan bekas. Usahakan tiap 3 hari sekali di aduk, tambah MOL, dan tutupi kembali dengan lapisan tanah setebal 5 cm.

Setelah 3 minggu atau paling lama 1 bulan bahan telah menjadi kompos dan siap dipanen (terutama lapisan yang di bawah). Tetapi saya jarang melakukan panen dari kompos proses ANAEROB ini, karena saya lebih senang dengan proses AEROB. Anehnya, walaupun tidak pernah dipanen, tetapi lubang tidak pernah penuh, karena volumenya menyusut terus. Pengalaman saya, sejak lubang dibuat 2 tahun yang lalu, terus saja bisa terus siap diisi.

Saya tidak menyarankan cara ini dibuat pada lokasi yang air tanahnya dangkal (misal permukaan air tanahnya – 1 m sampai -5 m, kalau lebih dari -5 m tidak apa-apa. Hal ini karena dikhawatirkan air tanahnya akan tercemari oleh lindi yang mungkin terjadi, apalagi bila prosedurnya tidak benar.

Dalam gambar dapat dilihat lubang kompos ANAEROB dan tutup beton yang sedang dipegang oleh Mang Endut, asisten kompos saya. Di rumah saya ada 5 lubang kompos ANAEROB semacam ini. Jadi, rumah saya mempunyai komposter bata berlubang AEROB untuk bahan-bahan organik yang “bersih”, dan komposter lubang ANAEROB untuk bahan-bahan kompos organik yang “sedikit disebut menjijikkan”, misal daging busuk, ikan busuk dan sejenisnya. Karena ditutup lapisan tanah 5 cm dan ditutup lagi dengan tutup beton, maka aman dan sama sekali tidak ada bau-bau, dan yang terpenting tidak membuang sampah rumah ke luar rumah!

Read More..

Saturday, June 2, 2007

KANGKUNG, JAGUNG, DAN KOMPOS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 3 Juni 2007

Foto: Sobirin, 2007, Kangkung dan jagung dalam pot
Oleh: Sobirin

Saya mempunyai drum yang dipotong separoh, jadi pot drum. Setelah panen padi dalam pot beberapa waktu yang lalu, tanah dalam pot drum ini saya ganti dengan yang baru. Saya mencoba menanam kangkung dan jagung dalam pot.

Perbandingan tanah dan kompos buatan sendiri adalah 1 bagian tanah dan 2 bagian kompos yang di aduk rata. Saya menanam jagung 2 biji, dan kangkung beberapa biji saya tebar dalam pot drum tadi. Biji jagung saya peroleh dari warung pertanian di Dago Bengkok, sedangkan biji kangkung saya peroleh dari Bapak Ir. Sajiboen Soedarja, sahabat saya, seorang tokoh lingkungan asal Cirebon, yang juga berhobby pertanian.

Persemain dalam pot drum tadi tiap hari disiram dengan MOL yang sangat encer, 1 bagian MOL diencerkan dengan 15 bagian air. Kalau ada rerumputan yang ikut tumbuh, supaya dicabut saja. Selang 1 minggu, mulai nampak kecambah jagung dan kangkung tumbuh.

Penyiraman tiap hari dengan MOL yang sangat encer terus dilakukan, rumput liar dicabut (dirambet), tanah dikorek-korek hati-hati, maksudnya supaya oksigen masuk ke dalam tanah. Setelah kira-kira 1,5 bulan jagung tumbuh subur, dan kangkung malah sudah bisa dipanen.

Panen kangkung dipotong dengan gunting, dipilih yang segar-segar, jangan dicabut, sebab dari batang yang masih tertanam akan tumbuh cabang-cabang kangkung yang baru. Sekali panen untuk ditumis bisa menghasilkan masakan kira-kira 1 porsi untuk 4 sampai 5 orang. Berkah sampah menjadi kompos, kangkung menjadi subur. Jagung terus tumbuh subur, pada umur 1,5 bulan belum berbuah.

Read More..

PANEN TOMAT HASIL KOMPOS

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 3 Juni 2007
Foto: Sobirin, 2006, Tomat Siap Panen

Oleh: Sobirin

Beberapa waktu lalu tomat yang saya tanam dalam keranjang telah siap dipanen. Awalnya biji tomat disemai dulu, kemudian setelah setinggi sekitar 10 cm dipindah ke keranjang yang telah diisi tanah dan kompos buatan sendiri.

Biji tomat saya peroleh dari Bapak Ir. Sajiboen Soedarja, seorang tokoh lingkungan asal Cirebon, sahabat saya, yang juga mempunyai hobby membuat kompos sendiri.

Perbandingan jumlah tanah dan kompos kurang lebih tanah 1 bagian dan kompos 2 bagian, diaduk rata. Bibit tomat ditanam hati-hati, kemudian tiap hari disiram dengan mikro organisme lokal (MOL) buatan sendiri. MOL ini harus encer sekali, 1 bagian MOL diencerkan dengan 10 hingga 15 bagian air.


Tiap hari dirawat, kalau ada rerumputan yang tumbuh supaya dicabut (dirambet). Saya hanya menanam 3 batang tanaman tomat saja, maklum pertanian rumah tangga. Ternyata tomat tumbuh subur. Sinar matahari? Tentunya sangat diperlukan. Sewaktu saya memelihara tanaman tomat ini, sinar matahari saya bebaskan mengenai tanaman tomat ini.

Kira-kira 3 bulan sejak menanam, saya panen cukup banyak hasilnya, dari tiga batang tanaman tomat menghasilkan 150 buah secara bertahap. Dimanfaatkan sendiri terlalu banyak, dijual terlalu sedkit, maka dibagi-bagikan saja ke saudara-saudara. Lumayan, dari kompos dan MOL buatan sendiri, rumah bersih, tidak membuang sampah rumah ke luar rumah, lalu panen tomat.

Read More..