Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 22 Juni 2008
Foto: Sobirin 2008, Warga GCA Studi Banding ke Komposter Jl. Alfa 92
Oleh: Sobirin
Masyarakat Griya Cempaka Arum (GCA), kawasan Gedebage, Kota Bandung Timur beramai-ramai membuat kompos. Tadinya di kawasan ini akan dibangun Pabrik Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Warga menolak, dari pada PLTSa yang membahayakan lingkungan lebih baik membuat pabrik kompos sendiri.
Sampah di Kota Bandung memang masih menjadi masalah utama kota. Semenjak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Leuwigajah longsor, praktis Kota Bandung tidak memiliki TPA secara resmi. TPA lama dalam kota di Cicabe dan Pasirimpun sudah penuh semua. Ketika terpaksa akan dimanfaatkan ulang, masyarakat sekitar menolak.
Ketika pemerintah Kota Bandung berusaha mencari alternatif lokasi di wilayah tetangga di Kabupaten Bandung, juga masyarakat di lokasi tersebut menolak. Menunggu TPA “bersama” yang akan dibangun pemerintah Provinsi Jawa Barat, pelaksanaannya lambat, alias tidak jelas bakal jadi atau tidak. Sekarang ini TPA yang berfungsi adalah TPA “sementara” di lahan pinjaman dari Perhutani di Sarimukti, jauh di luar kota.
Ironisnya, hampir 90 persen warga Kota Bandung masih juga belum sadar lingkungan, membuang sampah sembarangan. Padalah 3 tahun yang lalu, Kota Bandung mengalami musibah menumpuknya di setiap sudut kota, akibat TPA Leuwigajah tidak berfungsi.
Muncul gagasan dari pemerintah Kota Bandung, yaitu membangun PLTSa yang akan ditempatkan di kawasan Gedebage, sekitar komplek GCA. Pemerintah Kota Bandung menganggap bahwa dengan PLTSa ini masalah sampah kota akan terselesaikan.
Sosialisai PLTSa sangat gencar dilakukan oleh Walikota. Muncul pro dan kontra PLTSa yang mengarah kepada konflik. Demo anti PLTSa telah menjadi kegiatan sehari-hari warga GCA yang khawatir PLTSa ini nantinya akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup mereka. Masyarakat GCA merasa “teraniaya” dengan rencana akan dibangunnya PLTSa ini.
Masyarakat GCA mempunyai solusi, yaitu bukan PLTSa, tetapi sebaiknya sampah diolah sendiri dari sumbernya, dari rumah masing-masing, dari lingkungan masing-masing dengan cara 3R, “reduce-reuse-recycle”. Saat ini mereka menggalakkan pembuatan kompos dari sampah organik dan mendaur ulang sampah anorganik, dan berupaya menjadikan gerakan ini sebagai kegiatan ekonomi kreatif. PLTSa NO, 3R YES, kata masyarakat GCA.
Tanggal 22 Juni 2008 yang lalu sekitar 20 warga masyarakat GCA, kebanyakan ibu-ibu, mengunjungi komposter dan pertanian rumah tangga di tempat saya di Jl. Alfa 92 Bandung untuk studi banding dan diskusi tentang cara-cara mengolah sampah 3R sehingga lingkungan menjadi “zerowaste”. Secara kebetulan hadir pula meramaikan suasana dr.H.Yono Sudiyono,MARS,MHKes, ketua Forum Rembug Peduli Bandung Sehat.
Memang setelah “teraniaya”, masyarakat menjadi sadar bahwa lingkungan bersih itu adalah prasyarat sebuah kota yang bermartabat. Semoga masyarakat GCA dan seluruh warga Kota Bandung mampu menjadikan lingkungannya “zerowaste” dengan mengolah sampahnya sendiri tanpa harus ada PLTSa.
Foto: Sobirin 2008, Warga GCA Studi Banding ke Komposter Jl. Alfa 92
Oleh: Sobirin
Masyarakat Griya Cempaka Arum (GCA), kawasan Gedebage, Kota Bandung Timur beramai-ramai membuat kompos. Tadinya di kawasan ini akan dibangun Pabrik Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Warga menolak, dari pada PLTSa yang membahayakan lingkungan lebih baik membuat pabrik kompos sendiri.
Sampah di Kota Bandung memang masih menjadi masalah utama kota. Semenjak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Leuwigajah longsor, praktis Kota Bandung tidak memiliki TPA secara resmi. TPA lama dalam kota di Cicabe dan Pasirimpun sudah penuh semua. Ketika terpaksa akan dimanfaatkan ulang, masyarakat sekitar menolak.
Ketika pemerintah Kota Bandung berusaha mencari alternatif lokasi di wilayah tetangga di Kabupaten Bandung, juga masyarakat di lokasi tersebut menolak. Menunggu TPA “bersama” yang akan dibangun pemerintah Provinsi Jawa Barat, pelaksanaannya lambat, alias tidak jelas bakal jadi atau tidak. Sekarang ini TPA yang berfungsi adalah TPA “sementara” di lahan pinjaman dari Perhutani di Sarimukti, jauh di luar kota.
Ironisnya, hampir 90 persen warga Kota Bandung masih juga belum sadar lingkungan, membuang sampah sembarangan. Padalah 3 tahun yang lalu, Kota Bandung mengalami musibah menumpuknya di setiap sudut kota, akibat TPA Leuwigajah tidak berfungsi.
Muncul gagasan dari pemerintah Kota Bandung, yaitu membangun PLTSa yang akan ditempatkan di kawasan Gedebage, sekitar komplek GCA. Pemerintah Kota Bandung menganggap bahwa dengan PLTSa ini masalah sampah kota akan terselesaikan.
Sosialisai PLTSa sangat gencar dilakukan oleh Walikota. Muncul pro dan kontra PLTSa yang mengarah kepada konflik. Demo anti PLTSa telah menjadi kegiatan sehari-hari warga GCA yang khawatir PLTSa ini nantinya akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup mereka. Masyarakat GCA merasa “teraniaya” dengan rencana akan dibangunnya PLTSa ini.
Masyarakat GCA mempunyai solusi, yaitu bukan PLTSa, tetapi sebaiknya sampah diolah sendiri dari sumbernya, dari rumah masing-masing, dari lingkungan masing-masing dengan cara 3R, “reduce-reuse-recycle”. Saat ini mereka menggalakkan pembuatan kompos dari sampah organik dan mendaur ulang sampah anorganik, dan berupaya menjadikan gerakan ini sebagai kegiatan ekonomi kreatif. PLTSa NO, 3R YES, kata masyarakat GCA.
Tanggal 22 Juni 2008 yang lalu sekitar 20 warga masyarakat GCA, kebanyakan ibu-ibu, mengunjungi komposter dan pertanian rumah tangga di tempat saya di Jl. Alfa 92 Bandung untuk studi banding dan diskusi tentang cara-cara mengolah sampah 3R sehingga lingkungan menjadi “zerowaste”. Secara kebetulan hadir pula meramaikan suasana dr.H.Yono Sudiyono,MARS,MHKes, ketua Forum Rembug Peduli Bandung Sehat.
Memang setelah “teraniaya”, masyarakat menjadi sadar bahwa lingkungan bersih itu adalah prasyarat sebuah kota yang bermartabat. Semoga masyarakat GCA dan seluruh warga Kota Bandung mampu menjadikan lingkungannya “zerowaste” dengan mengolah sampahnya sendiri tanpa harus ada PLTSa.
3 comments:
hatur nuhun pak sob atas keramahan dan ilmunya, kami warga gca memang mengalami banyak tantangan. tapi kami optimis kami bisa, karena sampah adalah pemberian Allah juga, tanpa sampah manusia tidak bisa hidup jadi saya setuju dengan filosofi pak sob "YANG BERASAL DARI ALAM DI KEMBALIKAN KE ALAM YANG DARI PABRIK KE PABRIK DST..."
Semoga Ridha Allah buat kita semua....Ammiin......(ardhi-gca)
hatur nuhun pak sob atas keramahan dan ilmunya, kami warga gca memang mengalami banyak tantangan. tapi kami optimis kami bisa, karena sampah adalah pemberian Allah juga, tanpa sampah manusia tidak bisa hidup jadi saya setuju dengan filosofi pak sob "YANG BERASAL DARI ALAM DI KEMBALIKAN KE ALAM YANG DARI PABRIK KE PABRIK DST..."
Semoga Ridha Allah buat kita semua....Ammiin......(ardhi-gca)
pak, kita membagi-bagikan bibit cengek dan padi sintanur kepada warga yang berminat supaya kompos kami laku, alhamduliLlah pak permintaan bertambah...cuma produksi tetap masih lamban pak. Selain itu kita memulai untuk mendaur ulang kertas, bungkus kopi dan bahan-bahan lain. Mohon petunjuk untuk daur ulang pak, terutama Link agar kita tidak terlalu lama coba-coba sendiri, syukran pak.
Post a Comment