Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 15 April 2009 Foto: Sobirin, 2009, Seri Komposter Anaerob Oleh: Sobirin Komposter anaerob lubang tanah memang serba guna. Ukurannya 60cm x 60cm dan kedalaman 100cm. Semua bahan organik, segar dan busuk, boleh masuk ke dalamnya. Saya membuat seri 3 lubang, untuk sampah segar (A), setengah matang (B), dan kompos matang (C).
Komposter anaerob dibuat dengan menggali lubang di tanah, ukurannya sedang-sedang saja. Galian tidak disemen, kecuali sekitar 1 bata atau 10 cm di bagian permukaan, yaitu untuk menjaga supaya tidak runtuh. Lubang tanah ini kemudian ditutup dengan beton tipis.
Oleh sebab saya sangat senang dengan komposter anaerob jenis ini, kemudian saya membuat 1 seri komposter yang terdiri dari 3 lubang, ukuran masing-masing lubang sama, dengan jarak antara tiap lubang sekitar 50 cm.Lubang A untuk sampah baru, baik daun segar, sayur busuk, kotoran hewan, bahkan bangkai tikus. Lubang B untuk kompos setengah matang (berasal dari lubang A bagian lapisan bawah yang telah mulai terurai). Lubang C untuk kompos hampir jadi (berasal dari lubang B bagian lubang bawah yang sudah banyak mengalami penguraian).
Pemberian MOL sebagai starter harus intensif, terutama pada lubang A, yaitu agar proses penguraian lebih cepat berlangsung. Pemberian MOL secukupnya 3 hari sekali di lubang B. Pemberian MOL seminggu sekali di lubang C. Lubang-lubang tadi kemudian ditutup dengan beton tipis, agar proses anaerob berlangsung.
Kelebihan komposter anaerob ini antara lain sampah tidak perlu dipotong-potong kecil-kecil, jadi apa adanya saja. Tidak ada bau keluar, karena ditutup beton tipis. Semua jenis sampah organik bisa masuk, sehingga rumah kita bebas sampah organik, pekarangan rumah juga bersih. Kompos di lubang C siap dipanen setiap saat diperlukan.
Adapun kelemahannya yaitu tidak bisa dipraktekkan pada daerah atau pekarangan yang air tanahnya dangkal, sebab air lindi akan langsung masuk ke air tanah.
Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 4 April 2009 Foto: Sobirin, 2009, Rosela Ber-“buah” Lebat Oleh: Sobirin
Berkat diberi kompos dan MOL, tanaman rosela (hibiscus sabdariifa) di halaman rumah tumbuh subur. “Buah”nya lebat sekali. Saya menyebut “buah”, karena muncul setelah bunganya layu dan jatuh. “Buah” rosela ini bentuknya seperti kelopak tebal berwarna merah ungu.
Tanaman rosela yang ada di rumah saya umurnya kurang lebih 6 bulan, tingginya lebih dari 2 meter. Awalnya tanaman ini saya semai dalam media kompos campur tanah. Kemudian setelah berkecambah dan tumbuh, saya siram dengan MOL encer setiap 3 hari sekali.
Kelopak-kelopak “buah” rosela ini yang banyak dimanfaatkan untuk membuat minuman yang menurut penelitian dapat menyembuhkan banyak penyakit. Saya mencoba mengonsumsi kelopak ini dengan menyeduh dalam air hangat di tambah gula. Airnya berubah menjadi kemerahan, rasanya masam segar.
Pada kelopak “buah” yang tua, dengan warna merah ungu, terdapat kantung biji. Bila dibuka, dalam satu kantung terdapat kurang lebih 20 butir biji rosela. Biji-biji ini berukuran butiran dengan diameter 0,5 cm. Bahkan pada kelopak “buah” yang tua sekali, kantung biji telah terbuka, dan biji-bijinya telah tumbuh berkecambah.
Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 3 April 2009 Foto: Sobirin, 2009, Cucu Saya dan Kreasinya Oleh: Sobirin Saat ini cucu saya 4 orang, ada yang di Bekasi, di Bogor, dan di Bandung. Cucu yang di Bandung lebih sering tinggal di rumah saya, namanya Rafli, umur 4,5 tahun, sekolahnya di TK. Rupanya Rafli ini ingin bertani seperti kakek-neneknya, tanaman dalam pot diguntingnya.
Anak kecil memang ingin tahu segalanya. Dilihatnya kakek dan neneknya merapihkan tanaman, ingin ikut-ikutan. Tanpa ketahuan, ketika Rafli ini memegang gunting, maka diguntingnya daun-daun tanaman dalam pot. Ketika ditanya, jawabannya biar tumbuh bagus.
Tentu saja sang nenek yang sedang hobi tanam-menanam hanya bisa mengurut dada. Namanya juga anak kecil, suka macam-macam, menirukan perilaku sekelilingnya. Semoga Rafli juga punya hobi zerowaste dan tanam-menanam di kemudian hari.
Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 3 April 2009 Foto: Sobirin, 2009, Ketela Pohon Subur karena Kompos Oleh: Sobirin Membuat kompos di rumah agar rumah menjadi bersih dan ‘zero waste’ memang menyenangkan. Hasil kompos bisa menyuburkan tanaman. Apalagi tanaman di beri MOL encer, ibarat pupuk cair. Termasuk tanaman ketela pohon di halaman rumah saya menjadi sangat subur.
Saya pernah menanam ketela pohon (singkong) di halaman rumah, di pinggir tembok. Waktu itu hanya sekedar iseng. Batang pohon saya tanam mendatar, dengan maksud supaya dari setiap ruas tumbuh pohon singkong muda. Maksud awalnya memang hanya untuk diambil daunnya, untuk sayur, lalab, atau pecel. Tetapi lama-lama tumbuh tinggi. Ketika setahun kemudian saya cabut, ternyata ada ubinya, dan empuk sekali sewaktu digodok dan digoreng. Sayang ubinya tidak begitu banyak, karena menanamnya di pinggir tembok, jadi pertumbuhannya terhalang.
Sejak itu saya ingin mencoba menanam pohon ketela secara serius. Batang ketela saya tanam di media kompos, lalu setiap waktu tertentu di beri MOL encer. Sekarang umur pohon ketela ini sudah 3 bulan, dan tumbuh subur. Nanti kalau sudah berumur 1 tahun baru bisa dipanen ubinya. Moga-moga hasilnya banyak.
Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 2 April 2009 Foto: Sobirin, 2009, Kebun Air Limbah Oleh: Sobirin Kolam-kolam kecil penjernih air limbah cuci piring yang saya bangun waktu lalu terus saya amati dan saya ubah-ubah fungsinya. Awalnya saya manfaatkan untuk kolam ikan. Ternyata ikan tidak kuat hidup di air limbah. Akhirnya saya ubah menjadi kebun air limbah.
Air limbah cucian piring kualitasnya tidak stabil. Terkadang banyak sabunnya, terkadang mengandung minyak, terkadang kualitasnya bersih karena hanya untuk mencuci tangan.Ketika awalnya kolam-kolam kecil air limbah ini saya manfaatkan untuk kolam ikan, ternyata ikan-ikan lemas kemudian mati. Ikan yang kuat hanya jenis ikan sapu-sapu.
Kemudian saya manfaatkan sebagai kebun air limbah. Saya coba dulu dengan tanaman eceng gondok dan genjer yang saya ambil dari sawah. Ternyata tumbuh bagus. Bahkan air limbah ini menjadi relatif bersih, karena unsur-unsur pencemarnya terhisap oleh akar-akar tanaman air.
Sekarang saya manfaatkan untuk tanaman daun bawang. Ada juga tanaman padi. Semua tanaman saya tanam terlebih dahulu dalam pot berlubang-lubang. Medianya menggunakan kompos dicampur tanah. Tiap 3 hari sekali di MOL encer. Jadilah taman air limbah. Nyamuk tidak ada, rupanya tidak senang hidup di air yang banyak sabunnya.
Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 2 April 2009 Foto: Sobirin, 2009, Pohon Pinang Umur 4 Tahun Oleh: Sobirin Kurang lebih 4 tahun yang lalu, teman saya dari Garut memberi saya sebutir biji pinang (jambe) yang mulai tumbuh berkecambah. Biji pinang tadi saya tanam di halaman rumah dengan media kompos dan selalu di MOL encer. Bibit pinang sekarang tumbuh menjadi pohon pinang.
Pohon pinang ini telah memiliki 8 ruas, total tinggi lebih dari 2 meter dari bawah sampai daun. Rupanya ruas-ruas pohon pinang ini bisa untuk mengetahui umur pohon tersebut. Satu ruas kurang lebih sama dengan 6 bulan, jadi 8 ruas kira-kira 48 bulan atau 4 tahun. Tiap ruas panjangnya sekitar 15 cm.
Bisa dibayangkan berapa umur pohon pinang yang ditebang untuk acara panjat pinang setiap tanggal 17 Agustus. Paling tidak, pohon yang ditebang untuk acara 17 Agustus itu berumur 15 tahun.
Pohon pinang memang bukan hanya untuk panjat pinang saja, tapi bisa untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat. Misalnya kayunya untuk tiang-tiang rumah, buahnya jsangat bermanfaat untuk obat-obatan, dan lain sebagainya.
Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 2 April 2009 Foto: Sobirin, 2009, Pohon Mlinjo Umur 1 Tahun Oleh: Sobirin Ingin sekali saya memiliki pohon mlinjo di halaman rumah. Lama keinginan itu baru terlaksana, sampai suatu ketika saya mendapat bibit mlinjo dari seorang Hansip di kampung saya. Semula bibit ini kecil kurus dalam polibag plastik kecil. Sekarang setelah 1 tahun tumbuh subur.
Bibit mlinjo ini saya tanam di lubang bekas anaerob. Lubang saya isi dengan kompos dan tanah, dengan ukuran campuran kompos 2 bagian dan tanah 1 bagian. Penyiraman dengan MOL di lakukan 3 hari sekali. MOL-nya diencerkan dengan ukuran 1 bagian MOL dicampur 15 bagian air.
Sekarang setelah berumur 1 tahun, tingginya mencapai 1 meter lebih, tumbuh subur dengan daunnya cukup lebat. Tidak tahu kapan bisa mulai berbunga dan berbuah. Cita-cita memiliki pohon mlinjo di halaman rumah telah terlaksana. Moga-moga bisa secepatnya menghasilkan.
Pohon mlinjo memang banyak sekali manfaatnya. Daunnya bisa untuk sayur asem. Bunganya bisa untuk sayur lodeh. Buahnya bisa untuk emping, dan macam-macam lainnya.
Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 2 April 2009 Foto: Sobirin, 2009, Aggrek-Anggrek Istri Saya Oleh: Sobirin Semula istri saya biasa-biasa saja terhadap kompos dan tanaman. Keinginannya memang mendukung, tapi alasannya jijik, kotor, bau, dan lain sebagainya. Tapi lama-lama, ketika mulai banyak tamu yang datang meninjau perkomposan di rumah, barulah menyenangi tanam-menanam.
Suatu saat datang tim RCTI yang hendak meliput perkomposan rumah tangga. Saya sedang tidak berada di rumah, maka terpaksalah istri saya diminta oleh tim RCTI untuk menjelaskan teknik-teknik perkomposan rumah tangga, tentunya sambil di ‘shoot’. Ketika ditayangkan di TV, teman-teman istri saya banyak yang tidak percaya, bahwa istri saya bisa kompos-mengompos.
Mulai saat itu, istri banyak perhatian kepada tanaman. Antara lain anggrek yang bunganya bagus-bagus. Semua anggreknya tidak dipupuk kimia, semuanya serba organik.
Dalam blog ini saya pernah menulis bahwa anggrek kalau di beri MOL bisa layu, sebab media pakisnya dianggap oleh MOL sebagai bahan kompos. Lalu saya menyarankan kepada istri saya untuk menyiramnya dengan air cucian beras yang di beri gula sedikit. Hasilnya bagus.